Dok. pribadi |
Menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
yang dirilis BPS 2018, jumlah petani hanya tinggal 4 juta orang dari jumlah
penduduk Indonesia sebanyak 264 juta orang. Jumlah yang sangat sedikit bila dibandingkan
dengan jumlah penduduk keseluruhan.
Tapi, memang kita pun dapat melihat fenomena yang
terjadi saat ini. Para generasi milenial lebih memilih profesi lain daripada
harus melanjutkan menggarap sawah orang tuanya. Menjadi petani tidak ada dalam
list pekerjaan impian mereka.
Padahal kondisi seperti ini akan berpengaruh kepada produksi
pangan. Mau tidak mau, jumlah penduduk yang banyak tentu akan mengakibatkan
permintaan atau kebutuhan pangan meningkat. Tapi, hal tersebut tidak sebanding
dengan produksi. Jadi, akibatnya akan berpengaruh kepada harga dari komoditas
pangan tersebut.
Tidak hanya dari sisi sumber daya manusianya saja,
tapi luas lahan pun berpengaruh. Tahun 2019, Indonesia memiliki luas Lahan Baku
Sawah (LBS) 7.463.948 hektare. Pulau Jawa mendominasi jumlah luas ini. Provinsi
Jawa Timur menduduki urutan pertama yang memiliki luas Lahan Baku Sawah (LBS)
tertinggi, yaitu 1,2 juta hectare.
Data tersebut berdasarkan pendataan yang dilakukan Badan
Pusat Statistik (BPS), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Informasi Geospasial (BIG) serta
Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN).
Luas tersebut jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, mengalami kenaikan. Namun, jika dibandingkan dengan luas Lahan Baku
Sawah (LBS) pada 2013, maka mengalami penyusutan sekitar 287.000 hektare.
Salah satu penyebab menyusutnya luas Lahan Baku Sawah
(LBS) dikarenakan alih fungsi lahan. Lahan pertanian sudah banyak yang berubah
menjadi properti, infrastruktur, atau juga pabrik yang cukup masif. Intinya
terjadi ketidakselarasan antara pembangunan dengan pelestarian lahan pertanian.
Di satu sisi, ingin meningkatkan pembangunan infrastruktur, tapi di sisi lain
melupakan keberadaan lahan pertanian yang juga memberikan kontribusi pada
perekonomian negera.
Padahal kita patut bersyukur karena di saat pandemi ini,
pertanian masih menjadi salah satu sektor yang mendominasi struktur PDB menurut
lapangan usaha. Struktur sektor pertanian ada di urutan ketiga sebesar 12,84% setelah sector industri pengolahan (19,98%)
serta perdagangan besar dan eceran (13,30%).
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor
pertanian tetap menunjukkan kinerja yang baik pada April 2020 dengan nilai US$
28 miliar. Itu artinya, terjadi kenaikan sebesar 12,66 persen dibandingkan
dengan periode yang sama pada tahun 2019.
Dengan kondisi seperti ini, setidaknya kita masih
memiliki harapan agar sektor pertanian ini bisa tetap memberikan andil dalam
perekonomian Negara. Bagaimanapun juga, Indonesia sebagai Negara agraris, tidak
bisa dan bahkan jangan sampai kehilangan sektor pertanian ini.
Berkaca dari masa pandemi ini, lapangan pekerjaan yang
tetap ada dan tidak terganggu adalah sektor pertanian. Tidak ada petani yang
tidak turun ke sawah karena wabah covid-19 ini. Apalagi di bulan Maret dan
April tahun ini, Indonesia mengalami panen raya.
Selain sebagai penyedia lapangan kerja, ada beberapa alasan
mempertahankan dan meningkatkan kualitas sektor pertanian, diantaranya: meningkatkan
devisa negara, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan konsumsi
dalam negeri, sebagai bahan baku industry dalam negeri dan optimalisasi
pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Tapi, pertanyaannya, apa bisa sektor pertanian bertahan
di masa depan? Bukankah generasi saat ini saja sudah berkurang atau bahkan
tidak memiliki ketertarikan untuk turun ke sawah?
Karakteristik Generasi Y, Z dan Alpha
Generasi Y atau disebut juga Generasi Milenial ialah
generasi yang lahir pada tahun 1981-1994. Generasi ini lahir di era
perkembangan teknologi yang pesat. Generasi ini sudah mengenal handphone
sebagai alat komunikasi.
Dikutip dari Forbes, generasi ini memiliki passion
yang besar dan sangat kreatif menjadikan passion mereka sebagai sumber
penghasilan. Karena generasi ini lahir di era perkembangan teknologi, maka
mereka bisa mendapatkan informasi yang jauh lebih cepat. Mereka tumbuh menjadi
generasi yang lebih inovatif dan memunculkan ide visioner terkait perkembangan
teknologi dan sains.
Generasi Z ialah generasi yang lahir pada tahun
1995-2010. Mereka lahir pada saat transisi perkembangan teknologi. Mereka sudah
mengenal inovasi teknologi seperti smartphone dan social media.
Saat ini mereka memasuki usia dewasa muda. Generasi
ini jauh lebih terbuka terhadap perubahan dan juga inovatif dalam mengembangan
hal baru. Generasi inipun tumbuh lebih individualis.
Generasi Alpha ialah generasi yang lahir pada tahun
2010 ke bawah. Ini adalah generasi termuda. Mereka sudah mengenal teknologi
dari sejak lahir. Mereka pun sudah sangat familiar dengan smartphone dan
interner. Generasi ini sangat terpengaruh dengan teknologi.
Inovasi Sektor Pertanian
Saat ini dan beberapa tahun ke depan, pembangunan dan
roda perekonomian Indonesia berada di tangan ketiga generasi ini. Sebenarnya Pemerintah
sudah menyadari kondisi ini. Jangankan Generasi Z dan Generasi Alpha, Generasi Milenial
pun sudah banyak yang tidak tertarik dengan sektor pertanian.
Tentu saja, keadaan seperti ini tidak bisa dielakkan. Kita
tidak bisa memaksa para generasi digital untuk turun ke sawah. Tapi, kita bisa mencari
cara cerdas agar mereka mau mengenal dan bersentuhan dengan sektor pertanian.
Sebagai generasi yang lahir dan dibesarkan di dunia
digital, mereka pastinya akan sangat familiar dengan yang berbau teknologi. Oleh
karena itu modernisasi dan digitalisasi pertanian merupakan jawabannya.
Tak bisa dipungkiri, untuk tetap bertahan di era
revolusi industri 4.0, pemanfaatan teknologi dan digitalisasi menjadi hal yang
sangat penting. Pergeseran tenaga manusia menjadi tenaga mesin serta
terintegrasi internet sudah menjadi sebuah keharusan saat ini.
Karena itu, tidak salah untuk saat ini dan di masa
depan, kita sudah harus menerapkan konsep pertanian presisi (precision agriculture). Pertanian
presisi ialah bertani dengan input dan teknik yang tepat sehingga tidak terjadi
pemoborosan sumber daya.
Pertanian presisi merupakan konsep manajemen pertanian
berdasarkan pengamatan, pengukuran dan repons terhadap variabilitas dalam dan
antar bidang pada tanaman. Dengan cara ini, produktivitas dan kualitas produk bisa
lebih optimal.
Tidak hanya itu, dalam pertanian presisi, pemanfaatan
teknologi dapat meminimalisir dampak negative lingkungan dan juga risiko pertanian.
Artinya, pertanian presisi jauh lebih bisa diaplikasikan di era sekarang dan
masa depan.
Kita pun patut bersyukur, karena inovasi pertanian
presisi ini sudah mulai dilakukan oleh para pelaku start up dan beberapa perusahaan. Tentu saja, perusahaan yang mengembangkan pertanian dengan
memanfaatkan teknologi big data analytic yang berbasiskan analisis cuaca, informasi
sensor tanah, serta pencitraan satelit dan drone yang dapat meningkatkan produktivitas
pertanian.
Tidak hanya berinovasi pada proses produksinya saja, sektor
pertanian saat ini dan di masa depan juga harus memiliki manajemen yang baik dalam
hal distribusi atau pemasaran. Kembali lagi, pemanfaatan teknologi harus
menjadi poin penting. Bahkan dengan digitalisasi, akan jauh lebih cepat, tepat
dan efisien.
Jadi ingat sindiran netijen terhadap lulusan kampus yang berembel-embel "Pertanian" itu di mana banyak lulusan mereka yang "selingkuh" di bidang lain.
ReplyDeleteTapi kadang memang dilema juga. Jumlah lahan pertanian juga sudah berkurang (setidaknya di dekat sini, dulu masih bisa main sawah di belakang rumah, sekarang udah jadi komplek).
Semoga, walaupun dengan jumlah pertani dan lahan terbatas, hasilnya dapat dimaksimalkan dengan sebaiknya. Amin.
omnduut.com
Yap, pertanian kudu dioptimalkan dgn baik ya Mba
ReplyDeleteKudu sinergi dgn teknologi juga sih ini maahhh
Karakter gen Alfa emang juara di bidang digitalisasi, diharapkan bs mengoptimalkan sektor distribusi atau pemasaran bidang pertanian di masa depan ya Mbak Intan
ReplyDeleteUlasan yang lengkap...Setuju jika tidak hanya berinovasi pada proses produksi, sektor pertanian kini dan nanti juga harus memiliki manajemen yang baik dalam hal distribusi atau pemasaran. Sehingga pemanfaatan teknologi harus menjadi fokusnya. Juga menerapkan digitalisasi agar semua berjalan tepat dan efisien
ReplyDeleteMenggelitik banget ini konsep pertaniN presisi. Jadi jauh lebih efisien dan maksimal ya. Jadi kepo banget mau tahu detailnya (sofiadewi)
ReplyDeleteInformasi baru lagi buat saya, soal pertanian presisi. Thanks for sharing ya mbak :)
ReplyDeleteSayangnya gen Y, X dan Alpha ngga menjejak bumi karena selalu berpikir teknologi bisa memecahkan segala masalah
ReplyDeletebener, saya masih menggeluti bidang pertanian, dan susah sekali cari tenaga yang mau membantu di sawah. Yang ke sawah sekarang ini hanya generasi tua saja. Anak muda ke sawah bukan buat bekerja, melainkan buat berwisata, main layangan, foto-foto
ReplyDeleteAh benar, harusnya generasi y,z, dan alpha juga peduli bidang pertanian ya mbak..
ReplyDeleteAku sih pgn anakku bsk mau jadi petani modern,
Tekad yang kuat juga perlu ya ketika mengambil jurusan kuliah pertanian maka sebisa mungkin memantapkan untuk terus melangkah di bidang tersebut ya, walau memang nggak mudah ya
ReplyDeleteHarapannya semoga pertanian kita bisa semakin maju dan terus berkesinambungan untuk masa depan
DeleteMenarik dan bergizi nih artikelnya, pertanian di tangan generasi y, z dan alfa.
ReplyDeleteSungguh belum pernah terlintas di benakku eh.
Tapi aku percaya, pasti pakar-pakar pertanian dan digital akan bersinergi melakukan terobosan-terobosan.
Ganbatte!
Negara kita lahir dan besar di sektor pertanian. Satu dari sekian banyak poin penting yg dikembangkan oleh Presiden Soeharto waktu itu. Para petani juga dapat perhatian yang besar saat itu. Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, mengembangkan sektor pertanian juga mulai menuntut perubahan2 ya. Harus sejalan dengan kebutuhan dan terobosan masa kini.
ReplyDeleteZaman sekarang, semua serba canggih. Pun demikian dengan bidang pertanian. Kini sudah merambah juga digitalisasi ya. Semoga deh milenial juga semakin banyak yang tertarik dengan bidang pertanian. Mengingat lahan yang semakin terbatas, tapi kebutuhan akan bahan pangan akan semakin besar.
ReplyDeleteMakin ke depan, mungkin dengan lahan terbatas membuat sektor pertanian lebih inovatif ya Mba intan. Mudah-mudahan sih lebih maju seperti Thailand. Mereka terlihat serius menggarap sektor pertanian.
ReplyDeleteMasya Allah ini bagus amat deh, selain bisa main di sawah juga bisa melihat gunung juga. Btw ngobrolin untuk penanganan untuk pertanian memang harusnya jadi perhatian banget, jadi gak cuma hanya disalah satu generasi saja menurutku.
ReplyDeleteIya ya, krn pertanian erat kaitannya dgn ketahanan pangan
Deletemiris banget ya, jumlah petani saat ini hanya sepersekian dari total jumlah penduduk kita.
ReplyDeletesemoga generasi penerus bisa memanfaatkan teknologi menjadi lebih baik agar pertanian pun tidak tertinggal dan kita tidak harus melakukan import beras dan komoditi pangan lainnya.
Pertanian kita memang rasanya jadi salah satu sektor yang nggak terlalu dilirik anak muda ya. Hmm ... semoga banyak generasi muda yang mulai punya ketertarikan di bidang pertanian. Masih banyak sekali yang perlu dikembangkan oleh negeri ini.
ReplyDeletePemanfaatan teknologi yang digunakan generasi z sehingga hasil panen bisa menemukan pembeli dengan cepat. Tengkulak bisa gulung tikar
ReplyDeleteGak heran sih kalau jumlah petani semakin sedikit. Pemerintah harus gencar bikin insentif yang bikin generasi milenial mau jadi petani
ReplyDeleteBenar banget kak, di kampung aku pun banyak yang nggak tertarik sama dunia pertanian, apalagi kalau yang sudah merantau dari kecil.
ReplyDeleteSemoga ke depannya ada inovasi yang berhubungan dengan teknologi sehingga banyak anak muda yang tertarik dengan dunia pertanian
Jadi ingat pertanian saat zaman orde baru.
ReplyDeleteTerbaik, terunggul dan memenuhi semua kebutuhan dalam negerinya dahulu.
Semoga pertanian kita bisa mencapai masa-masa keemasan seperti dulu lagi.
Yap, aku sebagai lulusan pertanian juga sedang mempromosikan pertanian skala kecil sih minimal ke ibu-ibu sekitar hehehe. Biar ketahanan pangan negara juga terjaga yaa
ReplyDeleteaku masuk generasi Y nih. hihihi...tapi aku masih peduli dengan pertanian. Jadi perlu ada sosialisasi lagi nih supaya pertanian di negeri kita terus maju dan berkembang
ReplyDeleteBetul Mbak rasanya jarang ya generasi Millennial yg mau turun ke sawah. Belum lagi lahan yg beralihfungsi dibangun properti. Soal pertanian presisi menarik juga nih
ReplyDelete