“Udah nyantol berapa, Pak?”
“Ah, sejak adanya corona, jam segini saya belum dapat
penumpang. Padahal biasanya jam 7 pagi udah dapat 2 atau 3 penumpang.”
Sebuah
percakapan singkat Pak Suami dengan supir ojek online, sambil kami menunggu
pesanan penganan khas Jawa Timur. Wajah lesu seakan menyiratkan kebingungan supir
ojol tersebut. Ia pun mengeluh, saat ini lebih banyak mengandalkan penghasilan istrinya
sebagai penjual makanan.
Covid-19. Ah,
entah sampai kapan virus menakutkan dan mematikan ini akan pergi menjauh. #DiRumahAja
selama hampir 3 bulan tentu saja tidak mudah. Tidak hanya rasa bosan, tapi juga
bagi kebanyakan orang berdampak pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Covid-19
membuat Ramadan tahun ini terasa berbeda. Masjid-masjid sepi. Tak ada riuh
canda kebahagiaan anak-anak mengaji menyambut waktu berbuka. Tak terdengar derap
langkah orang-orang bersiap melaksanakan shalat tarawih. Hanya ada muadzin yang
setia mengumandangkan panggilan cinta dari Sang Pemilik bumi dan langit.
Covid-19 membuat
semuanya berubah. Kita telah kehilangan banyak hal. Kebiasaan-kebiasaan di
bulan Ramadan tidak kita rasakan saat ini. Bahkan suasana Idul Fitri pun,
mungkin hanya tinggal khayalan belaka. Tidak hanya itu, dampak yang terasa
adalah banyaknya orang kehilangan mata pencaharian. Jika tahun kemarin, momen
Ramadan dan Hari Raya selalu menjadi kebahagiaan tersendiri. Biasanya
kebanyakan orang akan mendapatkan kantong rezeki lebih. Namun, tidak di tahun
ini.
Pemberlakuan
Work From Home (WFH) dan School From Home (SFH) telah membuat beberapa mata
pencaharian ikut terdampak. Mereka yang menggantungkan hidupnya dari sektor transportasi,
pemilik café atau restoran dan juga agen tour dan travel sangat merasakan efek pandemi
Covid-19 ini.
Pemberlakuan
aturan karantina dan #DiRumahAja memang merupakan cara paling ampuh untuk
memutus mata rantai penyebaran virus ini. Meskipun akhir-akhir ini kita merasa
dikhianati oleh sebagain orang yang seakan menutup mata dan telinga mereka. Mulai dari adanya kerumunan orang-orang
pada saat penutupan McD Sarinah Jakarta hingga berjejalnya orang-orang di
beberapa mall di beberapa kota di Indonesia.
Coba kita
perhatikan lagi curhatan para supir ojol yang sepi penumpang. Apalagi ketika
kita melihat perjuangan dan pengorbanan luar biasa para tenaga medis. Ah,
rasanya geram dan marah dengan segala kebodohan perilaku orang-orang tersebut.
Dimana empati mereka? Dimana hati mereka?
#Terserah. Tidak
salah ketika hastag ini mulai berseliweran. Putus asa dan seakan ingin menyerah
saja dengan kondisi yang ada. Covid-19 yang katanya menakutkan, toh belum bisa
membuat semua orang patuh untuk #DiRumahAja.
Menyerah atau
berbuat sesuatu?
Yap, kadang
terbersit juga pertanyaan tersebut dalam hati. Bisikan malaikat dan setan adu
kuat saling memengaruhi. Namun, hati kecil selalu membisikkan hal yang baik.
Berbuat kebaikan meski sekecil apapun, mungkin jauh akan menjadi solusi.
Menyerah
bukanlah solusi. Tapi, berbuat sesuatu sebisa kita, itu jauh lebih cerdas dan
bijak. Apa yang bisa kita lakukan untuk memutus mata rantai penyebaran vrus
ini?
Jika belum bisa
menjadi solusi, maka jangan jadi penyebab masalah.
Ya, bagi saya
pribadi, hal inilah yang selalu ditanamkan. Jika saya belum bisa memberi banyak
manfaat dan solusi, setidaknya saya jangan menjadi penyebab masalah. Jika saya
belum bisa menjadi relawan, tenaga medis, menyumbang APD, atau menyebar masker
dan cairan disinfektan serta bantuan bahan makanan kepada orang-orang yang
membutuhkan, maka saya jangan sampai menjadi penyebab bertambahnya pasien baru
Covid-19.
Kembali kepada
curhatan supir ojol yang tanpa sengaja kami dengar, membuat saya dan suami
selalu terngiang dengan hal tersebut. Di masa pandemi ini, saya harus sangat bersyukur
karena masih bisa sehat, bermain dengan anak-anak, mengobrol dengan suami,
makan makanan yang layak, dan memiliki waktu untuk belajar serta
mengembangkan diri. Tapi, lihatlah di luaran sana?
Oleh karena
itu, saya dan suami ingin berbuat kebaikan sebisa dan semampu kami. Jika
menunggu kami memiliki uang berdigit-digit di rekening, harus nunggu sampai
kapan kami bisa berbuat baik?
Menurut saya,
kebaikan sekecil apapun pasti akan memberikan dampak. Mungkin terlihat sepele,
membelikan menu makanan yang sama kepada pengemudi ojol. Tapi, melihat mata
yang berkaca-kaca dan ucapan terima kasih berulang-ulang, ada pesan tersirat
yang membuat mata kita ikut berembun.
Tidak ada
kebaikan yang sia-sia, apalagi di bulan Ramadan ini. Dengan segala
keterbatasan, kami coba sisihkan sedikit rezeki. Kami titipkan kepada lembaga
yang memang amanah.
Apakah semua
ini kami lakukan karena kami berlebih? Bukan berlebih, tapi kami merasa telah
dicukupkan oleh Allah Swt. Saya dan suami hanyalah manusia biasa. Saya pun
seorang ibu rumah tangga, bukan wanita karier. Jalan rezeki saat ini hanya dari
pekerjaan suami. Namun, kami bersyukur masih diberikan kecukupan.
Kehadiran Covid-19
memang telah mengubah semuanya, tapi tidak akan menghilangkan niat untuk selalu
melakukan kebaikan. Baik itu kebaikan untuk diri sendiri dengan cara menjaga untuk
tidak tertular dan menularkan. Selain itu, kita pun harus berusaha untuk bisa
melakukan kebaikan untuk sesama. Bersikap simpati dan empati terhadap sekitar.
Sebenarnya
tidak ada yang sulit ketika kita memiliki niat untuk berbuat kebaikan. Meskipun
saat ini kita #DiRumahAja. Apa yang saya dan suami lakukan pun #CukupDariRumah
untuk bisa berbagi.
Kita tidak
boleh kalah dengan Covid-19 ini. Apalagi di bulan Ramadan, bulan penuh
keberkahan, saatnya kita manfaatkan untuk lebih banyak menebar kebaikan. Di
hari-hari terakhir Ramadan ini, kita jadikan momen untuk menjadi jalan kebaikan
bagi semua orang. #CukupDariRumah namun efeknya akan sangat luar biasa dan akan
mengubah alur cerita menjadi lebih menyenangkan.
**Tulisan ini diikutsertakan dalam Blog Competition "Ceritaku Dari Rumah" yang diselenggarakan oleh Ramadan Virtual Festival dari Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan.
mantap tulisannya kak... sukses ya
ReplyDeletesaya juga ikut blog competition dompet dhuafa ini, barangkali berkenan mampir kak:
Berbuat Baik Bisa dari Rumah #CeritakuDariRumah
Yup berbagi kebaikan dari rumah aja bisa juga dengan berdonasi lewat Dompet Dhuafa ya Mbak... insyaallah rezeki akan semakin bertambah dan barokah.
ReplyDeleteBenar banget, mba. Berbuat baik itu banyak caranya dan sesuai kemampuan.
ReplyDeleteSekarang berbuat baik bisa dilakukan di rumah saja melalui Dompet Dhuafa secara online ya, semakin memudahkan, dan mudah-mudahan berkah untuk semua.
betul. tak akan selesai menunggu masa hingga kita merasa lebih dan lebih untuk bs membantu. walau kondisi jg seadanya, tapi kita kan jauh lebih dari orang lain. yuk bantu sebisanya, tak perlu menunggu kaya
ReplyDeleteSetuju mbak Intan, yang penting niat dulu
ReplyDeleteSesudah niat, insyaallah dibukakan pintu utk berbuat baik
Kebaikan itu justru memang dimulai dari hal-hal kecil ya mba. Minimal kita pribadi bisa memutus rantai penyebaran covid ini.
ReplyDeleteSetuju mbak..
ReplyDeleteMenebar kebaikan itu mudah, bisa dumulai dari hal yg sederhana yg penting kita ikhlas melakukannya
Setuju...bulan Ramadan, bulan penuh keberkahan, saatnya kita manfaatkan untuk lebih banyak menebar kebaikan. Ramadan bisa menjadi jalan kebaikan bagi semua orang. #CukupDariRumah kita bisa menebar kebaikan
ReplyDelete