Ngabuburit.
Mendengar kata itu, pikiran saya selalu kembali ke masa kecil dulu. Bagi saya
kenangan ngabuburit saat masih kecil dulu sulit sekali terhapus.
Saat itu usia
saya masih sangat kecil, 4 atau 5 tahun. Ya, saya memang sudah diajarkan puasa
sejak usia 4 tahun. Tidak ada aiming-iming hadiah yang mahal. Tapi, ajakan
untuk ngabuburit selalu membuat saya bersemangat untuk berpuasa sampai maghrib.
Bukan ke tempat
rekreasi atau pusat perbelanjaan. Saat itu, Bapak selalu mengajak saya untuk
berkeliling menggunakan motor vespa sambil menunggu adzan maghrib. Sebuah
aktivitas sederhana namun tersimpan rapih dalam folder kenangan saya.
Ya, bagi
anak-anak tentu saja menahan makan dan minum itu tidak mudah, apalagi di waktu
rawan sore hari. Saat mulut dan perut menagih untuk diisi apalagi aroma masakan
mulai tercium dari dapur, ah sebuah perjuangan untuk menamatkan puasa.
Berjalan-jalan
atau sekadar berkelilig, memang setidaknya bisa melupakan rasa lapar dan haus. Bagi
saya, itu sangat bisa diandalkan.
Kebiasaan
ngabuburit seakan-akan menjadi sebuah tradisi yang tidak bisa dipisahkan dengan
bulan puasa. Bahkan tradisi ini pun akhirnya memberi ide kepada orang-orang
untuk menjadikannya lahan bisnis baru. Kita bisa lihat banyak sekali penjual
makanan dan minuman untuk berbuka. Mereka memanfaatkan orang-orang yang sedang
ngabuburit. Menurut saya, itu sebuah ide yang cerdas.
Lalu, apakah
ngabuburit itu sebuah pekerjaan yang sia-sia? Hmmm… Kalau menurut saya,
ngabuburit tidak bisa sepenuhnya dikatakan perbuatan yang sia-sia. Kita bisa
melihat dari berbagai sisi. Maksudnya?
Ya, ketika
momen ngabuburit itu diisi dengan kegiatan positif, why not? Ngabuburit kan sekadar
istilah, yang terpenting adalah esensi dari momen tersebut. Misalkan di waktu
ngabuburit, kita menghadiri kajian, atau mengajak si kecil melihat keindahan
alam sambil menghubungkannya dengan nilai-nilai Islami atau mungkin bagi yang
senang berbisnis, kita memanfaatkan momen untuk menjual penganan berbuka. Itu
semua hal positif yang bisa dilakukan dan membuat puasa kita jauh lebih
bermakna.
Tapi,
ngabuburit juga bisa bernilai negatif dan sia-sia ketika hanya diisi dengan
jalan-jalan, nongkrong atau bahkan bergosip ria sambil menunggu adzan maghrib.
Naudzubillah… Tanpa sadar, puasa kita hanya sebatas menahan lapar dan haus.
Intinya, bukan
ngabuburitnya yang harus dipermasalahkan, tapi aktivitas apa yang kita lakukan
pada saat ngabuburit tersebut. Karena kembali lagi, ngabuburit hanya sebuah
istilah dan tradisi. Sebuah tradisi, jika itu baik dan memberikan nilai positif
maka tak perlu kita tentang. Namun, jika tradisi itu sudah merusak nilai-nilai
keimanan dan keislaman kita, maka tinggalkanlah.
No comments:
Post a Comment