Backpackeran Bareng Balita dan Baduta (Part 2) "Edisi Jakarta & Bandung"
Intan Daswan
April 25, 2019
0 Comments
Welcome to Jakarta…
Alhamdulillah…
Akhirnya tiba juga di ibu kota. Rencana awal kita mau bersih-bersih (mandi) di
Stasiun Gambir. Alasannya selain memang ada fasilitas penitipan barang dan sekaligus
tempat mandi yang nyaman, lokasinya pun dekat dengan destinasi pertama kami.
Kenapa nggak di penginapan? Kami baru bisa check ini jam 12 siang. Tapi, memang
traveller itu kudu punya muka tebal, suami pun melobi pihak guest house.
Awalnya sih bilangnya mau nitip barang, tapi pas minta sekalian ikut mandi, eh
dibolehin. Dan, pas kita nyampe sana, kita diberikan fasilitas kamar. Tadinya
kita pikir mau dikasih pinjam kamar mandinya aja, tapi malah kita bisa pakai
salah satu kamar, jadi bisa lebih leluasa mandiin plus dandanin 2 bocah hehehe…
Oya, FYI nih…
Kami menginap di Kantos Guest House. Tempatnya di tengah kota lho, dekat
kemana-mana. Mau ke Stasiun Gambir atau Monas cuman 10 -15 menitan. Mau ke
Masjid Istiqlal juga paling cuman 15 menitan. Guest House ini juga dekat dengan minimarket terkenal. Di depannya banyak penjual makanan, minuman dan
buah-buahan.
Terus,
nyamannya nggak tempatnya? Menurut kami sih nyaman-nyaman aja. Ukurannya
kamarnya pas, nggak terlalu luas tapi juga nggak kekecilan. Airnya bagus dan
kamar mandinya bersih. Ada fasilitas wifi juga. Dan yang terpenting
pelayanannya ramah lho. Tempat ini pokoknya recommended banget deh buah para
backpacker.
Nah, kembali ke
rencana jalan-jalan kami. Awalnya sih pengen banget ngubek-ngubek ibu kota.
Secara kami kan jarang-jarang bisa menginjakkan kaki di kota ondel-ondel ini.
Kalau mau ke sini aja, mesti cari waktu yang longgar banget (terutama buat pak
suami sih hehehe…) dan juga rupiah yang nggak sedikit (maklum ongkos pesawat
mahal masbro sekarang :D). Tapi, backpackeran sama baduta dan balita itu memang
beda. Beda banget.
Ya, meskipun
stamina kami cukup kuat, tapi kita berdua nggak bisa egois dong. Bagaimana pun
juga kondisi tubuh anak-anak perlu dijaga. Bagi kami yang terpenting, icon
Jakartanya udah kami kunjungi. Selain itu, anak-anak juga, terutama kakaknya
terlihat puas dan senang.
Di Jakarta kami
menghabiskan waktu 2 malam. Kami mengunjungi Monas, Bundaran HI, Masjid
Istiqlal dan juga Kota Tua. Kalau masalah transportasi mah aman, namanya juga
kota besar. Dengan adanya KRL dan juga taksi online nyaris nggak ada masalah
mau pergi kemana pun juga.
Terus, gimana masalah
makannya? Ada kejadian sedikit ngeselin tapi disenyumin aja. Jadi ceritanya pas
turun dari kereta di Stasiun Senen, keadannya crowded banget. Jadi Pak Suami
langsung aja nih pesan taksi online. Nah, si kakak karena jam biologis dia tuh
jam 7 udah 2 kali sarapan hehehe… Jadi dia agak sedikit cranky gitu minta makan.
Apalagi dia lihat tuh ada tempat makan ayam crispy yang namanya hampir sama
dengan yang punya Kakek berkacamata itu.
Awalnya di
dalam mobil, dia nangis minta makan. Tapi, untunglah supirnya pintar juga
ngambil hati anak kecil. Selain itu, dia kan paling excited kalau lihat
bangunan tinggi. Ya, namanya di Jakarta, di sepanjang jalan banyak banget kan
bangunan pencakar langit. Sempat teralihkan sampai tiba di guest house untuk
nitip barang dan mandi. Tapi, setelah mandi mungking perutnya udah nge-misscal
minta diisi. Jadi, tanpa pikir panjang kita putuskan untuk nyari makan di
Stasiun Gambir. Karena pastilah banyak pilihannya.
Nah, karena
dari awal sudah kepengen ayam crispy, jadilah mau nggak mau kita masuk tuh ke
warung ayam crispy yang ramainya luar biasa. Karena agak sedikt riweuh dengan
kakaknya yang nggak sabar minta makan, Pak Suami nggak focus tuh pesan makanan.
Alhasil, kita pesan makanan yang lagi dipromoin hadiah payung tapi harganya
juga sebanding dengan beli payung itu. Awalnya kesal juga sih, tapi semuanya
terobati dengan senyum sumringah seorang ibu tua penjual kopi ketika
mendapatkannya. Ya, kami juga nggak bakalan bikin auto riweuh dengan
backpackeran bawa payung segede itu.
Ok, kita
lanjutin petualangan di ibu kota… Setelah makan, kami pun langsung menuju
Monas. Kakaknya senang banget tuh pas nyampe sana. Lari kesana-kemari nggak
bisa direm deh. Meskipun kita nggak bisa masuk, karena antrinya ruarrrr
biasahhh, tapi kami puas kok bisa ngenalin ikon ibu kota yang satu ini.
Setelah lelah
bermain-main di sekitaran Monas, kami pun meluncur menuju Masjid Istiqlal. Ini
dia salah satu alasan saya dan suami pingin banget ngajak kakaknya ke Jakarta.
Ia memang ngebet banget pengen ke Masjid Istiqlal. Banyak pertanyaan yang ia
lontarkan ketika kami sampai di Masjid Istiqlal.
Kami pun
melaksanakan sholat dzuhur dan juga ashar di Masjid Istiqlal. Karena kedua anak
kami sudah sangat lelah, bahkan kakaknya sempat tertidur di masjid, jadi kami
putuskan untuk kembali ke penginapan. Oya, sebelumnya kami mampir ke Rumah
Makan Padang untuk makan siang. Posisi rumah makannya dekat penginapan, pas di
depannya loh. Masakannya enak, dan yang terpenting harganya bersahabat banget
di kantong hehehe…
Setelah perut terisi,
kami pun memutuskan untuk kembali ke penginapan. Mata kayaknya udah nggak bisa
diajak kompromi. Maklum namanya juga tidur di kereta, pasti nggak bisa senyaman
tidur di atas kasur hehehe…
Sangking
kelelahannya, kami pun terbangun satu jam sebelum adzan maghrib. Setelah mandi
dan sholat, kami pun memutuskan untuk jalan-jalan ke Bundaran HI. Pingin aja
merasakan suasana malam di kawasan ini. Oya, kami pun sempat mampir ke Plaza
Indonesia, tapi bukan untuk belanja, hanya numpang ke toilet (Maklum bawa
batita hehehe…). Setelah itu kami kembali ke penginapan.
Hari kedua… Taraaa…
Setelah sarapan nasi uduk yang murah meriah, kami pun siap-siap meluncur ke
Jakarta Utara. Yap, Kota Tua. Di hari kedua ini kami memang memutuskan untuk
mengunjungi Kota Tua.
Dengan
menggunakan KRL, kami pun sampai di Kota Tua sekitar pukul 9 pagi. Kakaknya
awalnya sangat menikmati. Ia mau naik sepeda, foto-foto dan lari-lari. Tapi,
mood-nya berubah seketika dan langsung cranky.
Masalahnya?
Sepele sih, hanya karena kita mengajaknya duduk beristirahat di atas tikar dari
plastic yang kami sewa seharga 10ribu rupiah. Anak pertama kami ini memang
bersihan tingkat dewa. Ia paling nggak terbiasa dengan sesuatu yang menurutnya
tidak bersih. Tapi, ketimbang kebawa emosi, mending didiamin aja alias
dicuekin, terus dia capek sendiri, akhirnya memilih berhenti menangis dan
kembali bermain dengan adiknya.
Setelah dirasa
cukup, akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang. Kami harus menjada kondisi
anak-anak karena akan melakukan perjalanan ke Bandung esok harinya. Kalau
keinginannya mah sih pengen sekalian ke Ancol, tapi kembali lagi jalan-jalan
dengan krucil itu nggak boleh egois, dan harus tetap perhatikan kondisi fisik
mereka.
Welcome to Bandung
Sebenarnya inti
dari perjalanan ini sih pulang kampung ke Bandung. Tapi, kami ingin merasakan
sensasi yang berbeda aja. Oya, kami juga sama sekali nggak memberi kabar kalau
kami berempat akan silaturahim ke Bandung. Ya, sekali-kali bikin surprise,
meskipun saya pribadi agak merasa bersalah karena harus berbohong ketika
ditanya kapan pulang.
Kami
menggunakan Kereta Api Argo Parahyangan pagi dari Stasiun Gambir. Meskipun kami
pakai yang ekonomi, tapi nyaman juga lho. Karena kami berangkat pukul 4 dari
penginapan, jadi kakaknya kelaparan. Kami pun membeli makan di kereta. Kami
beli satu dan dimakan bertiga. Irit banget? Karena aku dan suami memang berniat makan pas nyampe Bandung saja.
Perjalanan dari pukul 5 pagi, akhirnya kami sampai di Stasiun Bandung pukul 9. Sebenarnya pengen banget ngabarin Kakak buat jemput, tapi niat ngasih kejutan harus tetap terjaga nih. Ya sudah, kami pun memesan taksi online.
Hanya memakan waktu setengah jam, kami pun sampai di depan rumah. Taraaa... kejutan pun berhasil. Mamah dan Bapak sampai menangis karena tidak menyangka akan kedatangan cucu-cucunya.
5 hari di kota Bandung pun dimanfaatkan buat kangen-kangenan plus jalan-jalan. Awalnya sih pengen ngajak Kakak Azka ke Masjid Agung Bandung, tapi atas saran kakak, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Balai Kota, Masjid Al-Ukhuwah, dan Gedung Sate.
Puasss banget rasanya bisa menginjakkan di puncak Gedung Sate. Ah, nggak rugi punya kakak yang kemampuan lobinya sudah level tinggi. Saya pun merasa jadi orang Bandung asli kalau sudah menginjakkan kaki di bagian paling atas gedung tempat kerjanya Pak Ridwan Kamil ini.
Oya, kalau kalian penasaran berapa sih budget yang kami investasikan untuk backpackeran kali ini. Kami menginvestasikan sekitar 7 juta. Itu sudah terhitung semuanya, mulai dari tiket pesawat, tiket kereta api, penginapan, taksi online, dan makan.
Menurut kami sih, itu sangat normal. Tiket pesawat untuk 3 orang aja sudah cukup lumayan. Apalagi bagi kami yang bawa 2 krucil, yang kadang maunya ada aja, unpredictable gitu. Itulah alasannya kami masih mengatakan pengeluaran ini termasuk normal dari mulai perjalanan Jember - Surabaya - Jakarta - Bandung dan kembali ke Jember.
Intinya bagi saya dan suami, sebuah perjalanan itu bukan masalah jauh dan seberapa kami menghabiskan uang. Tapi, pelajaran dan kenangan. Ya, dengan melakukan perjalanan bareng pasangan dan juga anak-anak, kami merasakan banyak pelajaran, baik itu yang berhubungan dengan parenting maupun hal lain. Tidak hanya itu, kami merasa kelekatan diantara kami semakin erat. So, travelling is not only about going to somewhere, but with whom and the reason itself.
Perjalanan dari pukul 5 pagi, akhirnya kami sampai di Stasiun Bandung pukul 9. Sebenarnya pengen banget ngabarin Kakak buat jemput, tapi niat ngasih kejutan harus tetap terjaga nih. Ya sudah, kami pun memesan taksi online.
Hanya memakan waktu setengah jam, kami pun sampai di depan rumah. Taraaa... kejutan pun berhasil. Mamah dan Bapak sampai menangis karena tidak menyangka akan kedatangan cucu-cucunya.
5 hari di kota Bandung pun dimanfaatkan buat kangen-kangenan plus jalan-jalan. Awalnya sih pengen ngajak Kakak Azka ke Masjid Agung Bandung, tapi atas saran kakak, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Balai Kota, Masjid Al-Ukhuwah, dan Gedung Sate.
Puasss banget rasanya bisa menginjakkan di puncak Gedung Sate. Ah, nggak rugi punya kakak yang kemampuan lobinya sudah level tinggi. Saya pun merasa jadi orang Bandung asli kalau sudah menginjakkan kaki di bagian paling atas gedung tempat kerjanya Pak Ridwan Kamil ini.
Oya, kalau kalian penasaran berapa sih budget yang kami investasikan untuk backpackeran kali ini. Kami menginvestasikan sekitar 7 juta. Itu sudah terhitung semuanya, mulai dari tiket pesawat, tiket kereta api, penginapan, taksi online, dan makan.
Menurut kami sih, itu sangat normal. Tiket pesawat untuk 3 orang aja sudah cukup lumayan. Apalagi bagi kami yang bawa 2 krucil, yang kadang maunya ada aja, unpredictable gitu. Itulah alasannya kami masih mengatakan pengeluaran ini termasuk normal dari mulai perjalanan Jember - Surabaya - Jakarta - Bandung dan kembali ke Jember.
Intinya bagi saya dan suami, sebuah perjalanan itu bukan masalah jauh dan seberapa kami menghabiskan uang. Tapi, pelajaran dan kenangan. Ya, dengan melakukan perjalanan bareng pasangan dan juga anak-anak, kami merasakan banyak pelajaran, baik itu yang berhubungan dengan parenting maupun hal lain. Tidak hanya itu, kami merasa kelekatan diantara kami semakin erat. So, travelling is not only about going to somewhere, but with whom and the reason itself.