Barang koleksi?
Kadang suka bingung kalau ditanya apa barang koleksi pribadi saya. Saya tuh
bukan tipe orang yang kerajinan ngumpulin sesuatu. Dulu waktu masih pakai putih
merah dan putih biru, suka banget ngumpulin aksesoris rambut. Tapi itu pun
nggak bertahan lama, karena tiap ada yang minta langsung dikasih atau biasanya
berdalih pinjam namun nggak pernah kembali.
Koleksi benda
lain? Hmmm… Memang saya tuh nggak ada bakat suka shopping atau pun sekadar window shopping merhatiin barang-barang
yang lucu atau lagi ngetrend. Kalau pun saya harus ke tempat perbelanjaan, ya
ada yang dibutuhkan, setelah itu pulang. Saya juga nggak bisa investasiin waktu
buat menjaga atau merawat benda, seandainya saya mengoleksi barang.
Sekarang pun
setelah menikah, ternyata saya dan suami punya kebiasaan yang sama, paling
nggak suka numpuk barang. Apalagi ada dua krucil yang membutuhkan space bermain yang lebih luas. Kita tuh
lebih nyaman kalau rumah itu nggak sumpek dengan barang-barang.
Jangankan
barang-barang unik atau lucu, mau itu pakaian, sepatu atau tas, kalau dirasa
sudah penuh di lemari, ya lebih baik diberikan ke orang lain. Kadang saya juga
berpikir, kok saya nggak seperti kebanyakan emak-emak lain yang suka mengoleksi
tas, sepatu, scarf, atau peralatan
makan dari plastik yang bermerek terkenal itu? Ah, tapi sudahlah. Setiap orang
kan punya jalan hidup masing-masing. #Apasih J
Terus, apa saya
nih tipe orang yang flat tanpa
kesukaan dan hobi apapun? Ehm… Nggak segitunya juga kali. Tapi, masalahnya bagi saya, barang yang pantas
dikoleksi itu harus abadi. Pertanyaannya, emangnya ada ya? Bukankah yang
namanya barang, pasti ada batas waktu? Pastilah suatu saat akan mengalami
kerusakan dimakan waktu.
Ehmm… seiring
berjalannya waktu, saya pun menemukan apa yang seharusnya saya koleksi. Benda
yang tidak hanya membuat saya senang, tapi juga akan membuat saya lebih
berkembang. Benda ini pun akan bisa saya wariskan kepada anak cucu. Mungkin
bukan fisiknya, tapi makna yang tersimpan dalam benda tersebut.
Buku. Ya,
barang satu ini merupakan benda wajib ada di rumah, sejak saya kecil.
Pendidikan keluarga pun membuat saya terbiasa bercengkerama dengan buku. Rasanya
ada yang kurang kalau sehari tidak menyapanya.
Ya, kalau
kebiasaan membeli buku sih sudah terpatri sejak dulu. Sejak saya sudah bisa
menjemput rezeki dengan kaki sendiri, saya selalu investasikan sebagian uang
untuk beli 1 sampai 2 buku setiap bulannya. Membeli buku menjadi hal yang
wajib, apalagi kalau ada penulis favorit mengeluarkan karya baru.
Dan, ternyata
setelah menikah kebiasaan itu masih bisa tetap terjaga. Saya bersyukur karena
punya suami yang memiliki kebiasaan yang sama. Lucunya lagi, kita baru ngeh
kalau banyak koleksi buku yang sama. Bahkan belum lama ini, kami sortir
ternyata hampir 1 kardus buku dengan judul yang sama.
Nah, jadi kalau
ditanya, apa saya punya barang koleksi? Ya, bagi saya buku-buku itu koleksi
pribadi saya. Apa itu bisa dibilang koleksi yang abadi? Mungkin ya. Abadi di sini bukan fisiknya, tapi ilmu dan
pengetahuan yang sudah saya dapatkan dari buku bisa terus membersamai kita,
bahkan bisa kita tularkan kepada anak cucu. Artinya, akan ada efek positif yang
panjang ketika saya memutuskan untuk mengoleksi buku, dan tentu saja membaca
dan memahaminya. Karena bagi saya, mengoleksi buku sama dengan menginvestasikan dan mempersiapkan masa depan.
No comments:
Post a Comment