“Aduh, anak zaman sekarang tuh beda banget dengan anak
zaman dulu ya.”
“Anak zaman sekarang tuh ya mainannya HP, laptop.
Pokoknya gadget aja terus.”
“Anak sekarang tuh lebih percaya sama google daripada
sama orang tua atau guru.”
Pernah nggak
sih kita mendengar curhatan atau mungkin boleh dikatakan ocehan seperti di
atas? Atau jangan-jangan kita sendiri yang sering mengucapkannya?
Hmmm… Kalau
saya boleh berpendapat sih, rasanya kasihan sekali kalau anak zaman sekarang
tuh selalu saja dibandingkan dengan anak zaman dulu. Menurut saya sih nggak apple to apple. Please dong, kita itu hidup di tahun sekarang, di zaman ini, bukan
zaman nenek moyang.
Terkadang kita
tidak sadar sudah melukai perasaan anak-anak kita dengan mengatakan kalau anak
zaman sekarang itu susah diatur. Kita juga seringkali membandingkan kalau dulu
saat kita masih anak-anak, jauh lebih nurut sama orang tua dan guru. Tidak
jarang kita katakan kalau zaman kita, orang tua dan guru itu bagaikan raja yang
tidak boleh ditentang.
Kalau saya biasanya
tanya balik ke diri sendiri, mau nggak sih kita dibandingkan dengan orang lain.
Nih, contohnya saja suami atau istri membandingkan kita dengan pasangan orang
lain atau dengan saudaranya. Enak nggak? Mau nggak kita digitukan?
Pastinya dan
yakin seratus persen, nggak mau. Nah, begitu juga anak-anak. Mereka juga
manusia, punya rasa, punya hati (ini bukan mau ngajak nyanyi lho hehe…). Okelah
mungkin untuk sebagian anak-anak akan memilih diam ketika membandingkannya
dengan orang lain. Tapi, mereka akan tetap merekam apa yang telah kita lakukan.
Lantas, apa
yang seharusnya kita lakukan? Apa kita bisa lari dari perkembangan zaman? Apa
kita mau tetap bertahan dengan parenting zaman old dalam mendidik putra-putri
kita? Apa kita hanya akan memberikan tanggungjawab penuh kepada pihak sekolah
dan guru karena merasa sudah membayar mahal?
Mari kita
berhenti sejenak dari segala rutinitas obsesi karir dan keegoaan kita. Cobalah
berpikir dan mendengarkan apa kata hati kecil kita masing-masing. Ingatlah kembali
ketika pertama kali kita berdoa meminta keturunan. Renungkan, siapa sebenarnya
yang lebih berhak untuk bertanggung jawab membersamai anak-anak? Siapa kelak
yang akan ditanya ketika Yang Maha Memiliki mengambil kembali makhluk titipan-Nya
dari kita?
Yap. Ayah dan
Ibu. Kitalah yang punya peran paling besar dalam membentuk dan mendidik
anak-anak. Bukankah seorang ibu itu madrasah pertama bagi anak-anaknya dan ayah
juga memiliki tugas sebagai kepala sekolahnya?
Ibu Sebagai Madrasah Pertama
Menjadi ibu zaman sekarang itu memang butuh banyak belajar. Perubahan dan perkembangan
zaman membuat pola pikir anak pun sangat jauh berbeda dengan zaman kita dulu.
Anak-anak sekarang jauh lebih kritis dengan apa yang mereka lihat. Disinilah
ibu punya tugas yang luar biasa untuk membersamai anak-anak zaman now yang
semakin cerdas.
Sejatinya
memang seorang ibu adalah madrasah pertama. Sebuah ungkapan yang sudah tidak
asing lagi di telinga kita. Tapi, memang amanah dan tugas mulia itu sudah
diemban bahkan ketika anak belum terlahir ke dunia ini.
Ya, menjadi seorang
ibu itu tidak dimulai ketika anak lahir ke dunia. Sejatinya persiapan menjadi
seorang ibu itu dimulai jauh saat masih sendiri (single). Kejauhan? Kelamaan?
Tidak sama
sekali. Memang untuk membentuk generasi yang luar biasa, maka ibunya pun harus
jauh luar biasa. Seorang ibu yang cerdas. Tidak hanya cerdas pikir, tapi juga
cerdas hati dan perilaku.
Seorang ibu
yang cerdas hati, pikir dan perilaku akan mampu mendidik anak-anaknya menjadi
pribadi yang cerdas pula. Ibu yang bisa menjadi guru sekaligus sahabat bagi
anak-anak. Ibu yang mampu menjadi motivator, fasilitator, dan juga supporter bagi anak-anaknya.
Anak-anak yang
terlahir dari ibu yang cerdas akan jauh lebih bahagia. Mereka akan menemukan
apa yang mereka inginkan di rumah. Mereka akan menemukan sosok ibu yang bisa
mengantarkan mereka menjadi pribadi yang sukses.
Kita tidak bisa
menutup mata dari fenomena yang terjadi sekarang. Banyak anak yang kehilangan
sosok ibu. Secara fisik mungkin ibunya masih ada, tapi secara emosional mereka
tidak merasakan keberadaan ibu sepenuhnya.
Mau diakui atau
tidak, ada beberapa ibu yang hanya punya sisa waktu untuk anak-anaknya. Kesibukan,
baik itu wanita karier maupun yang hanya berada di rumah, menjadikan anak-anak
hanya mendapat waktu sisa untuk ditemani. Ya, pernahkah kita bertanya kepada
anak-anak kita, apa sebenarnya yang mereka inginkan?
Kita tidak
sedang membandingkan antara ibu rumah tangga dan juga ibu bekerja. Karena pastilah
ada alasan kuat seseorang mengambil keputusan untuk memilih salah satu darinya.
Namun, yang perlu digarisbawahi di sini, tugas utama seorang ibu adalah sebagai
madrasah pertama bagi anak-anaknya. Seorang anak akan belajar banyak hal untuk pertama
kalinya kepada ibu. Nah, pertanyaannya, apakah kita sebagai seorang ibu sudah
bisa menjadi madrasah ternyaman bagi anak-anak?
Jangan Lupakan Vitamin A(yah)
Ibu memang madrasah
pertama bagi anak-anaknya. Terus mungkin ada yang bertanya, kalau peran seorang
ayah apa? Apa ayah itu hanya bertugas mencari nafkah saja? Artinya seorang ayah
hanya perlu memiliki kemampuan untuk mencari rezeki saja?
Kalau kita
masih berpikiran seorang ayah itu hanya memiliki peran untuk menjemput rezeki,
maka ada pemahaman yang salah selama ini. Ada konsep keluarga yang keliru
ketika ada pembagian seoarang ayah hanya fokus bekerja, dan anak-anak
sepenuhnya tanggung jawab seorang ibu. Padahal, harus disadari dan dipahami seorang
ayah, mendidik anak itu harus ada sentuhan seorang ayah juga.
Jika seorang
ibu itu madrasah pertama bagi anak-anak, maka ayahlah yang berperan sebagai
kepala sekolahnya. Sejatinya seorang kepala sekolah memiliki wewenang dan tugas
untuk membuat pola serta visi dan misi sebuah madrasah atau sekolah. Ketika
seorang kepala sekolah mampu menyajikan pola yang menarik, maka sebuah madrasah
pun akan tempat yang nyaman untuk mendapatkan ilmu.
Ketika seorang kepala
bisa mendesain madrasah agar selalu terlihat nyaman, maka anak-anak akan merasa
betah berlama-lama di madrasah tersebut. Artinya apa? Seorang ayah memiliki
tugas untuk selalu menjaga psikologis istrinya. Karena seorang ibu yang
psikologisnya terjaga, ia akan jauh lebih bahagia. Kembali lagi, ibu yang
bahagia akan membersamai anak-anaknya dengan senang, maka anak-anak pun akan
merasa bahagia pula.
Tapi,
sebaliknya, ketika seorang ibu merasa tertekan. Ia tidak mendapatkan perhatian
penuh dari pasangannya. Maka, kita sudah sering mendengar banyak kasus yang
akhirnya anak menjadi korban kekerasan seorang ibu. Anak menjadi pelampiasan
dari ketidakpuasannya akan sikap suami.
Itu mungkin
kasus yang sangat ekstrim. Kasus yang mungkin sering kita temui bahkan kita
sendiri rasakan, sikap kita yang sering keluar dari pola pengasuhan. Kita tak
jarang membentak, memarahi dan bahkan memukul anak. Padahal sebenarnya kita
marah dan kesal kepada pasangan bukan anak. Tapi, karena kita tidak bisa
melampiaskannya langsung, maka anaklah yang menjadi korban.
Kehadiran ayah
yang benar-benar hadir memang sangat memberikan efek yang luar biasa. Seperti
yang telah dikatakan di awal, peran ayah bukan sekadar memenuhi kebutuhan
materi. Ada peran yang luar lebih penting, membersamai dan menemani tumbuh
kembang anak-anak.
Ya, keberadaan
ayah di samping anak tidak kalah penting dalam tumbuh kembang mereka. Kehadiran
ayah ditengah-tengah keluarga yang benar-benar hadir jauh lebih penting
daripada materi yang diberikan. Pengaruh dari kedekatakan ayah dan anak begitu
luar biasa. Tidak hanya secara emosional, namun ada pengaruh positif bagi
kecerdasan intelektualnya juga.
Pernahkah kita
mendengar kalau Negara Indonesia itu termasuk kedalam fatherless country? Bahkan berada di urutan ketiga. Ya, kita
tinggal di negeri tanpa ayah.
Sebuah kondisi
yang seharusnya menjadi perenungan bagi kita semua. Jangan pernah menganggap
enteng keadaan ini. Kita bahan patut berpikir, kondisi negeri yang semakin
carut marut ini pastilah ada kaitan erat dengan pola pendidikan, khususnya di
dalam keluarga.
Jika kita
melihat fenomena yang ada, terutama di kota-kota besar, secara status anak-anak
itu memiliki ayah. Bahkan memiliki keluarga inti yang lengkap. Tapi, apa yang
terjadi? Mereka haus akan kasih sayang seorang ayah.
Ayah mereka
sudah tidak memiliki waktu untu bermain dengan anak-anaknya, bahkan hanya
sekadar untuk bercengkerama saja tidak ada. Para ayah beranggapan mereka sudah
menjadi ayah yang baik ketika semua kebutuhan materi anaknya terpenuhi. Padahal
mereka lupa anak-anak pun membutuhkan waktu sejenak bersama ayahnya.
Miris memang
ketika kondisi seperti ini sudah dianggap biasa dan lumrah. Atas nama perkembangan
zaman, kita merasa ini bukan sebah kesalahan. Komunikasi antara anak dan orang
tua merasa sudah sangat cukup ketika bisa menyapa lewat media sosial.
Padahal ketika
kita ada di dekat anak, bermain, bercerita dan bahkan memeluk serta mencium
dengan penuh kasih sayang, aka nada efek positif yang bisa kita dapatkan. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Office on Child Abuse and Neglect, anak yang
dekat dengan sosok ayah dan sering menghabiskan waktu bersama dengan durasi cukup
cenderung memiliki tingkat kecerdasan IQ di atas rata-rata.
Tidak hanya
itu, menurut penelitian dari Father
Involvement Research Alliance, anak yang dekat dengan ayahnya sejak dini
akan memiliki tingkat emosi yang stabil. Sehingga ia dapat tumbuh menjadi
pribadi yang memiliki rasa percaya diri tinggi, mudah bersosialisasi, dan
terbuka pada lingkungan sosial di sekitarnya.
Menjadi Orang Tua Zaman Now
Menjadi orang
tua bukanlah sebuah warisan. Jangan pernah berpikiran kalau mendidik anak itu
sama dari dulu sampai sekarang. Manusia itu berkembang sesuai dengan perubahan
zaman.
Karena alasan
inilah mengapa menjadi orang tua itu butuh belajar. Meskipun tidak ada
sekolahnya untuk menjadi ayah dan ibu, tapi setidaknya ada banyak cara untuk menjadi
orang tua zaman now. Perkembangan zaman sekaligus juga perkembangan teknologi sejatinya
bisa menjadi jalan agar kita bisa memahami dan selaras dengan anak-anak.
Satu hal yang
perlu digarisbawahi di sini, anak-anak zaman sekarang itu sangat jauh berbeda dengan
zaman kita. Mereka tumbuh di zaman serba digital. Karena itulah kita pun harus
mau mengikuti dan melebur dengan pola pikir mereka. Parenting yang diterapkan
pun harus benar-benar sesuai dengan cara berpikir mereka.
Mendidik anak
di zaman digital itu memanglah tidak mudah. Tapi, bukan artinya juga sulit,
karena pasti selalu ada pola atau cara yang sesuai. Kembali lagi, mendidik anak
bukanlah tugas guru atau sekolah semata. Ada peran yang jauh lebih penting dari
ayah dan ibu. Pertanyaannya, bagaimana agar kita bisa menjadi orang tua yang
cerdas dalam mendidik anak-anak zaman now?
Ada beberapa
hal yang perlu kita perhatikan agar dapat menjadi orang tua zaman now yang cerdas,
diantaranya:
- Tanamkan pendidikan agama sejak dini.
- Hadirkan fisik dan juga pikiran serta hati ketika
membersamai anak.
- Mengenal dan memahami dunia digital agar nyambung ketika berkomunikasi dengan
anak.
- Memberi teladan bukan suruhan.
- Jangan pernah membandingkan anak.
- Posisikan sebagai sahabat yang bisa diajak curhat.
- Aturan yang ditentukan harus dari hasil kesepakatan bersama
antara orang tua dan anak.
- Adanya reward dan juga punishment dari aturan yang
telah dibuat, tidak hanya untuk anak tapi juga untuk orang tuanya.
Itulah beberapa
poin yang harus kita perhatikan. Terasa sederhana tapi memang ketika diterapkan
tentunya tidak bisa dianggap enteng. Pastilah akan ada banyak tantangan. Namun,
disitulah seni dalam dunia parenting,
apalagi di zaman now. Dan, ketika kita mampu untuk menerapkannya, lihatlah apa
yang terjadi dengan anak-anak kita di kemudian hari.
Intinya, keluarga
haruslah menjadi pondasi yang kuat bagi anak-anak. Ibu harus tetap menjadi
madrasah ternyaman bagi anak-anak, dan ayah bisa menjadi kepala sekolah yang
hebat. Jadi, keluarga bukan sekadar status semata. Keluarga adalah muara cinta yang
tak pernah ada jeda mengalirkan rasa dan asa.
#sahabatkeluarga
Salam kenal. Fungsi seorang ayah bukan hanya sebagai kepala madrasah saja ya, bahkan lebih dari itu, bisa juga sebagai keamanan madrasah, hehehe... Saya follow ya blognya , boleh??
ReplyDeleteHehe...bisa...bisa... Ok...terima kasih sudah berkenan mampir dan follow ya :)
Delete