Gerakan Cinta Rupiah?
Kenapa harus ada gerakan ini? Apa selama
ini kita sudah tidak cinta dengan rupiah?
Jujur saja, pertanyaan-pertanyaan tersebut
sempat muncul begitu saja akhir-akhir ini. Mungkin ada juga sebagian dari
teman-teman yang memiliki pertanyaan yang sama. Dan, sebagai orang awam, hal
tersebut lumrah terjadi dan sah-sah saja.
Ternyata, Gerakan Cinta Rupiah ini sebenarnya
sudah dimulai sejak terjadinya krisis moneter di tahun 1998. Pada waktu itu,
gerakan ini digalakkan agar masyarakat lebih memilih rupiah untuk transaksi
jual beli. Tapi, sayangnya saat itu hanyalah sekadar anjuran tidak ada aturan
dan sanksi yang tegas. Bahkan cenderung hanya sebagai slogan tanpa memberikan efek
yang maksimal.
Karena aturan yang kurang tegas itulah,
dampaknya mulai terasa akhir-akhir ini. Banyak sekali ditemukan transaksi jual
beli yang menggunakan mata uang asing. Kita tidak bisa menutup mata di beberapa
daerah, terutama daerah perbatasan, pengunaan mata uang asing jauh lebih sering
digunakan daripada mata uang rupiah. Meskipun tentu saja, tidak hanya di daerah
perbatasan, di pusat-pusat perbelanjaan besar pun, kita bisa menemukan
transaksi jual beli menggunakan mata usang asing.
Tentu saja hal ini tidak bisa dibiarkan
begitu saja. Karena bagaimanapun juga rupiah itu tidak hanya sekadar mata uang
tapi juga sebagai bukti kedaulatan sebuah negara. Sebagai warga negara
Indonesia ataupun warga negara asing yang sedang berada di Indonesia, mau tidak
mau harus tunduk dan patuh pada aturan untuk menggunakan mata uang rupiah
sebagai alat transaksi jual beli.
Timbul pertanyaan, apa sih yang menyebabkan
Gerakan Cinta Rupiah ini tidak langsung memberikan efek yang positif sejak awal
dicanangkan?
Sosialisasi
Maksimal
Sebenarnya kita tidak bisa menyalahkan
masyarakat umum seratus persen. Seperti yang saya katakan di awal, mungkin saja
karena ketidaktahuan masyarakat. Kebanyakan dari masyarakat mungkin saja kurang
paham dengan tujuan dari penggunaan mata uang rupiah. Karena itulah, ada banyak
faktor mengapa ketika awal dicanangkan, tidak memberikan efek yang maksimal.
Kuncinya ada di sosialisasi. Kembali lagi, masyarakat harus selalu diingatkan
kalau rupiah itu bukan hanya sebatas mata uang.
Kita patut acungi jempol, saat ini,
sosialisasi tentang pentingnya menggunakan mata uang rupiah mulai digalakkan
kembali. Mulai dari media televisi dengan iklan yang hampir setiap saat tayang,
selain itu dunia blog pun mulai disentuh
agar bisa menyapa para generasi milenial. Artinya, berbagai cara dilakukan
untuk mengedukasi masyarakat tentang mata uang rupiah.
Tapi, tentu saja, masih banyak juga sisi
yang harus disentuh agar semua lapisan masyarakat bisa benar-benar paham
tentang pentingnya menggunakan mata uang rupiah. Mulai masyarakat pedalaman dan
perbatasan yang jauh dari keramaian sekaligus jarang terjamah oleh pemerintah
pusat, hingga masyarakat perkotaan yang business
minded dan terkadang hanya berpikir bagaimana nilai tukar rupiah bisa tetap
menguntungkan bagi dirinya. Intinya, semua masyarakat harus terus diingatkan
dan diberikan pemahaman yang benar tentang Gerakan Cinta Rupiah ini.
Aturan
dan Sanksi Dipertegas
Selain adanya sosialisasi, tentu saja
harus ada aturan dan sanksi yang jelas. Karena sebuah sosialisasi akan sebatas
menjadi slogan ketika aturan dan sanksi yang ada tidak jelas. Sebuah aturan
yang dibuat harus benar-benar tegas dengan sanksi yang diberikan. Artinya,
tidak ada istilah tebang pilih. Semua orang mendapat perlakuan yang sama.
Ketika ia melanggar, maka sanksi yang diberikan harus sama dan sesuai dengan
apa yang di dalam Undang-Undang.
Dan, kalau kita melihat kepada
Undang-Undang yang ada, sebenarnya semuanya sudah sangat jelas. Penggunaan mata
uang rupiah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang rupiah.
Setiap orang yang tidak menggunakan rupiah di wilayah NKRI akan dihukum pidana
kurungan paling lama 1 tahun dan denda Rp. 200 juta.
Selain itu, belajar pada kegagalan “Gerakan
Cinta Rupiah” yang sudah sempat dicanangkan pada tahun 1998, maka pada 1 Juni
2015, bank sentral menyebarkan Surat Edaran BI (SEBI) Nomor 17/11/DKSP tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sejak tahun 2015, aturan mulai dipertegas.
Bagi siapapun yang melanggar aturan tersebut akan dikenakan sanksi mulai Juli
2015. Hukuman yang diberikan pun beragam, mulai dari hukuman ringan berupa
teguran, pencabutan izin usaha, hingga denda maksimal 1 miliar rupiah atau
kurungan penjara 1 tahun.
Aturan tersebut memang harus ada dan
benar-benar dijalankan. Karena bagaimanapun juga di era globalisasi ini,
transaksi perdagangan bisa dengan mudah dilakukan, baik itu sesama warga negara
maupun negara lain. Tidak hanya itu, kemudahan mendapatkan mata uang asing pun menjadi
salah satu penyebab dari keputusan warga mengenyampingkan mata uang rupiah.
Apalagi nilai tukar mata uang asing jauh lebih bernilai daripada mata uang
rupiah.
Penggunaan
Mata Uang Asing
Mungkin, timbul pertanyaan, apa mata uang
asing benar-benar tidak boleh digunakan di negara kita?
Sebenarnya mata uang asing masih
diperbolehkan untuk digunakan. Tapi, tentu saja ada aturan yang jelas untuk
penggunaan mata uang asing ini. Pemerintah juga sudah mengatut secara bijak
tentang transaksi apa saja yang diperbolehkan menggunakan mata asing. Ada
beberapa transaksi yang dikecualikan boleh menggunakan mata uang asing,
diantaranya:
1.
Pembayaran utang luar negeri pemerintah
2.
Belanja barang dan modal pemerintah
3.
Jual-beli surat utang atau obligasi
4.
Penerimaan pajak dan bukan pajak
5.
Hibah dari luar negeri
6.
Ekspor dan impor
7.
Transaksi online lintas negara
8.
Konsumsi WNI di luar negeri
9.
Simpanan valas di Bank
10.
Transaksi pembiayaan dari kreditur
internasional
11.
Transfer valas ke luar negeri
12.
Kredit valas untuk kegiatan ekspor
13.
Pasar Uang Antar-Bank (PUAB) dalam valas
14.
Obligasi valas
15.
Visa on arrival
16.
Proyek infrastruktur strategis pemerintah
dengan syarat tertentu
Selain keenambelas pengecualian tersebut,
kita harus menggunakan mata uang rupiah sebagai alat transaksi jual beli. Karena
aturannya pun sudah jelas mata uang asing dilarang digunakan untuk:
1.
Jual-beli barang
2.
Mencantumkan label harga barang dan menu
restoran selain rupiah
3.
Sewa-menyewa lahan dan properti
4.
Biaya jasa-jasa
5.
Tarif bongkar muat peti kemas
6.
Tarif tiket pesawat udara
7.
Tarif kargo
Semuanya
Kembali Kepada Kita
Kalau kita runut, apa sih yang membuat
masyarakat kita begitu tergoda dan memilih untuk ‘selingkuh’ denga berpaling ke
mata uang asing? Kalau menurut saya, ada beberapa penyebabnya, diantaranya:
Ø Aturan
dan sanksi yang kurang tegas
Ø Pengawasan
yang lemah
Ø Mata
uang asing jauh lebih bernilai daripada mata uang rupiah
Ø Rasa
cinta tanah air yang sudah semakin luntur
Ya, menurut saya, 4 hal tersebut menjadi
alasan yang paling mendasar mengapa saat ini begitu maraknya penggunaan mata
uang asing. Dan, tentu saja ini semua tidak bisa dibiarkan begitu. Kita tidak
bisa menilai ini hanyalah sebuah permasalahan kecil. Kita tidak bisa tinggal
diam dengan kondisi seperti ini.
Gerakan cinta rupiah ini merupakan satu
tindakan nyata untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, kita semua sadar dan
paham, gerakan ini hanya akan menjadi sebuah slogan jika kita tidak berbimbing
tangan untuk benar-benar mewujudkannya. Gerakan Cinta Rupiah bukan hanya Bank
Indonesia yang punya gawe.
Ya, sekali lagi, ini semua bukan hanya
tugas Bank Indonesia. Semua pihak memiliki porsi masing-masing untuk
menyukseskan Gerakan Cinta Rupiah ini. Mulailah saat ini juga dan dari diri
kita sendiri untuk lebih memilih rupiah sebagai alat transaksi jual beli. Karena
ketika semua pihak ikut mendukung, maka tujuan yang ingin dicapai dari Gerakan
Cinta Rupiah ini bisa tercapai.
Jangan menunggu kerugian dan efek negatif
yang lebih besar terjadi, baru kita mulai sadar dan bangkit. Satu hal yang
harus diingat, rupiah bukan hanya sekadar mata uang. Jangan sampai hanya karena
kepentingan pribadi, kita gadaikan kedaulatan negeri ini. Karena rupiah bukan
sekadar mata uang.
No comments:
Post a Comment