Sumber www.sport.tempo.co |
Perlu
kita akui bersama kalau di dunia ini tidak ada Perguruan Tinggi yang memiliki
jurusan keluarga dengan program studi ayah atau ibu. Jadi, akan sangat mungkin
terjadi, beberapa pasangan yang baru menikah merasa kikuk dan terkadang memicu
pertengkaran.
Apa
yang kita rasakan ketika berkenalan atau proses pendekatan ternyata berbeda
jauh. Tak jarang setelah menikah, setiap orang memperlihatkan kebiasaan
aslinya. Tentu saja hal tersebut membuat satu sama lain kaget. Mulai dari hal yang
sangat sepele, seperti kebiasaan jam tidur atau bangun, kebiasaan mandi,
kebiasaan makan, sampai kepada pola asuh anak.
Nah,
poin yang terakhir inilah yang seringkali menjadi pemicu masalah yang lebih
serius. Sebagai contoh, keluarga kita terbiasa dengan pola asuh yang sangat
terfokus kepada kedisiplinan. Pokoknya anak sebiasa mungkin harus belajar
disiplin sejak dini. Sedangkan di keluarga pasangan kita, pola asuh yang ada
terbilang acuh tak acuh. Membiarkan anak tumbuh dengan sendirinya. Mengizinkan
lingkungan yang mengajarkan anak banyak hal.
Nah,
dari satu sisi itu saja, bisa membuat masalah baru kalau tidak dikomunikasikan
sejak awal. Ada baiknya sebelum menikah, kita tidak hanya terfokus kepada
kriteria kecantikan atau ketampanan dan kemapanan pasangan kita. Kita juga
tidak hanya sibuk mempersiapkan tema pesta pernikahan. Karena yang terpenting
adalah mempersiapkan bagaimana kita bisa melangkah bersama setelah menikah
kelak.
Menyatukan
visi dan misi setelah menikah. Berusaha untuk bersinergi dalam membina biduk
rumah tangga. Menyamakan pola asuh yang seperti apa untuk keturunan kita. Intinya,
jangan sampai setelah menikah kita merasa kaget, kecewa dan juga stress dengan
apa yang terjadi di depan mata kita.
Menikah
adalah ibadah paling lama yang kita kerjakan. Oleh karena itulah, kita
membutuhkan persiapan yang luar biasa. Persiapan di sini bukan hanya persiapan
fisik semata, tapi yang paling penting ialah persiapan mental. Kita perlu
banyak ilmu agar bisa membina keluarga yang harmonis.
Pernikahan
itu bukan untuk satu atau dua bulan, tapi selama napas belum berhenti, maka
kita harus berusaha menjaga keutuhan dan janji yang sudah melangit. Apalagi
ketika kita sudah diberikan keturunan, tanggung jawab pun bertambah. Amanah
yang dititipkan oleh Allah SWT tidak bisa dianggap remeh. Kita sudah terpilih
untuk menerima titipan dari yang Maha Mencipta.
Jangan
sampai kita memilih untuk terjun bebas tanpa menggunakan parasut. Tidak hanya
itu, kita pun harus memiliki ilmu tentang bagaimana bisa mendarat dengan
selamat. Karena meskipun sudah menggunakan parasut dan juga memiliki ilmunya,
tidak jarang ada saja yang gagal mendarat. Banyak faktor yang bisa menyebabkan
hal tersebut, mungkin bisa karena angin, pikiran (kurang konsentrasi) ataupun faktor
cuaca.
Begitu
pun ketika kita akan memasuki gerbang pernikahan dan mendidik anak-anak kita. Kita
tidak bisa hanya melihat kebiasaan orang-orang sebelum kita. Jangan sampai kita
hanya jadi orang tua copas (copy paste) tanpa melihat apa itu pantas dan cocok
untuk buah hati kita. Ya, kalau kebiasaan itu baik, bisa kita terapkan. Tapi,
kalau sebaliknya?
Pernikahan,
membina rumah tangga dan mendidik anak itu bukan perkara gampang dan tinggal
meniru kebiasaan dan budaya. Itu semua harus ada ilmunya. Dan, ingat satu hal
lagi, semua hal yang berhubungan dengan manusia pastilah mengalami perubahan dan
perkembangan. Oleh karena itu, kita tidak bisa hanya mengandalkan budaya dan
tradisi saja dalam menghadapinya. Jangan biarkan diri kita terjun bebas. Ya,
kalau hanya melukai diri kita. Tapi, apa kita bisa menjamin untuk tidak melukai
masa depan anak-anak kita?
Inggih, Suhu...
ReplyDeletekalo diatasnya suhu apa ya??? :)
DeleteYup, setuju. Nggak mau terjun bebas, maunya mendarat dengan aman dan selamat :)
ReplyDeleteMasih terus belajar untuk memberikan yang terbaik buat anak-anak.
Ya, Mbak... kita semua memang harus terus belajar, apalagi diriku yang masih baru melangkah ini... :)
Deletebetul banget mbak, aku juga dulu sempat berpikir harusnya ada sekolah untuk keluarga, bapak dan ibu rumah tangga (yg terakhir ini wabil khusus) :)
ReplyDeleteAyul Mbak kita bikin universitasnya di Jember :)
DeleteYahh karenanya itu bkan krna ingin shra nikah dg tujuan trburu2 ato ikut tradisi f sekitar tempat tinggal. Keinginan ada, tapi masih blum siap mentalnya itu. Ilmunya juga. .uhmmm...
ReplyDeleteBnyak blajar ttg membntuk sbuah kluarga di sini.
Ayo Mbak sama-sama belajar dan pantaskan diri kita untuk menjadi sosok istri sekaligus ibu yang hebat :)
Delete