“Aduh
ribet banget sih pake kaos kaki segala, kan cuman ke warung doang.”
“Apa
nggak panas pake kerudung melulu.”
“Nggak
ribet tuh pake motor tapi harus pake rok atau gamis?”
Ucapan-ucapan yang
terlihat seperti sederhana, namun sering membuat bimbang untuk tetap istiqomah.
Ya, mungkin untuk sebagaian orang mendengar komentar seperti itu diangap biasa
saja. Tapi, bagiku, yang memiliki sifat ‘nggak enakan’ sama orang, bukan hal
yang mudah untuk menanggapinya.
Awal-awal ingin belajar
menjadi pribadi yang lebih baik, memang butuh perjuangan. Ketika ingin hijrah,
godaan untuk kembali selalu ada. Komentar sana-sini membuat keyakinan goyah.
Dulu, ketika belum paham,
seringkali berpikir sama dengan mereka. Dengan dalih kalau ‘Allah Maha Tahu’,
aku memiliki seribu alasan untuk tidak melaksanakan perintah sebagai seorang
muslimah. Meniru kebanyakan orang tanpa melihat pantas dan tak pantas.
Ya, dulu, aku kadang
berpikir ribet juga kalau harus menggunakan gamis atau rok padahal masih
menggunakan motor kemana-mana. Belum lagi, kaos kaki juga harus selalu dipakai
ketika keluar rumah, meskipun hanya pergi ke warung atau pasar. Terus, jika ada
tamu yang bukan muhrim, harus memakai hijab padahal di rumah sendiri dan siang
hari pula. Pokoknya yang ada dalam pikirku hanya satu kata, ribet.
Memang terkadang belajar
taat itu nggak mudah. Menjadi wanita saliha itu tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Dibilang sok suci, nggak asyik, nggak seru, ribet, sudah
menjadi santapan sehari-hari. Bahkan bukan dari orang-orang yang hanya kenal
sekilas saja, tak jarang keluarga dekat pun melakukan hal yang sama.
Sekali lagi, hijrah itu
memang tak mudah. Tapi, terkadang kejadian demi kejadian membuat kita tersadar.
Belajar menjadi muslimah saliha itu jauh lebih menenangkan. Karena bukankah
perintah Allah itu ada karena Dia Maha Tahu apa yang terbaik bagi kita? Tapi, memang seringkali kita tidak bisa atau tidak mau memahaminya. Kita sering lupa bahwa nikmat-Nya jauh lebih tak terkira dibandingkan perintahNya?
Bagiku, hidup ini adalah
perjalanan panjang. Perjalanan yang pada akhirnya berhenti pada satu titik
kembali. Kembali kepada Dzat Yang Maha Segalanya. Kita hanya tinggal memilih,
mau menjalani perjalanan menjadi pribadi saliha atau tidak. Pribadi yang
senantiasa menebar kebaikan dan menjadi sosok inspiratif yang bisa menjadi
jalan orang lain untuk berhijrah pula. Bukankah sejatinya setiap makhluk itu
ingin timbangan amal kebaikannya jauh lebih berat dibanding keburukannya?
No comments:
Post a Comment