Giveaway Dunia Gairah |
Lebaran. Satu kata, satu momen, tapi beribu atmosfer terasa. Setiap orang punya tafsir rasa sendiri-sendiri. Ada yang merindu pada sungkeman, ada yang menanti penganan khas lebaran, dan ada pula yang menunggu bertemu seluruh anggota keluarga besar.
Bagiku, lebaran berarti
obat dari rasa rindu yang membuncah. Lebaran berarti bisa bertemu dengan kedua
orangtua. Lebaran berarti mempertemukan buah hatiku dengan kakek dan neneknya
di Bandung.
Ya, menjadi perantau dan berkesempatan
pulang setahun sekali, tentulah selalu menanti momen lebaran. Jarak yang tidak
bisa dikatakan dekat menjadi pertimbanganku dan suami untuk menjadwalkan pulang
setiap Hari Raya. Meskipun di tahun ini, ada banyak ‘drama’ yang harus kami
lewati.
Mulai dari permohonan
cuti tambahan suamiku tidak disetujui, perubahan waktu cuti bersama yang
membuat kami harus merubah jadwal keberangkatan, dan juga kondisiku yang kurang
fit semingu sebelum mudik. Selain itu, aku dan suami juga harus membatalkan
tiket kereta api yang sudah kami pesan 3 bulan lalu. Kami memutuskan untuk
menggunakan pesawat karena beberapa pertimbangan, salah satunya adalah kondisi
fisikku.
Ya, karena kodisi fisikku
yang belum begitu pulih, aku pun mengalami dehidrasi di saat perjalanan mudik.
Ditambah lagi, tubuh yang terbiasa cuaca panas di Bumi Pendhalungan harus
merasakan dinginnya udara di Bumi Pasundan. Alhasil, aku harus bersilaturahmi kembali ke Rumah Sakit di hari ke-3 lebaran di Bandung.
Tapi, di luar itu semua,
aku bersyukur karena penantian selama satu tahun untuk bertemu Mamah dan Bapak
dan juga keluarga besar di Bandung, akhirnya terwujud. Bagiku, yang belum
pernah tinggal berjauhan dengan kedua orangtua sebelum menikah, tentunya bukan
hal yang mudah untuk hidup merantau. Kerinduan untuk berjumpa dengan kedua
orangtua selalu saja membayangiku.
Usia mereka yang sudah
semakin senja dan juga kondisi kesehatan yang sudah tidak seperti dulu, juga
menjadi alasanku memutuskan untuk pulang di Hari Raya. Selain itu, keduanya
memang menanti kehadiran buah hatiku. Selama satu tahun ini, mereka hanya bisa
melihat dari layar ponsel saja.
Dan, ternyata, obat itu
tak harus berupa pil atau kapsul. Kehadiran cucu kedelapannya ini mampu menjadi
penyemangat sendiri. Sejak kedatangan cucunya, Bapak bisa makan enak dan juga
tidur dengan pulas di malam hari. Padahal, menurut cerita Mamah, hal tersebut
tidak seperti biasanya.
Beberapa kali terlontar
ucapan kalau beliau merasa terhibur dan kagum dengan kecerdasan buah hatiku. Bagiku,
itu bukan hanya sebatas pujian, tapi ada pesan tersirat. Aku sebagai ibunya
harus bisa menjaga amanah yang luar biasa ini.
Di satu sisi, aku bahagia
bisa melihat keceriaan di wajah Mamah dan Bapak ketika mereka bisa bermain
dengan buah hatiku. Di sisi lain, ada ruang pikir tersendiri melihat kedekatan
yang sudah terjalin selama seminggu. Dan, kami semua harus bisa menerima
kenyataan yang ada, waktuku di Bandung tidak lama. Rasanya tidak tega ketika
Mamah dan Bapak memastikan kapan kami akan kembali ke Jember. Aku paham mereka
bukan sekadar bertanya, tapi ada keinginan tersirat agar kami bisa lebih lama
di Bandung.
Seminggu berada di
Bandung sebenarnya tidak cukup bagiku untuk melepas rindu. Mengobati rasa
kangen akan kedua orangtua, keluarga besar dan juga atmosfer kota kembang yang
selalu menebar kehangatan dalam dekapan cuaca dingin. Rasanya baru saja menapakkan
kaki di tanah priangan dan sekarang harus segera kembali ke tanah rantau.
Tapi, kembali lagi, aku
harus bersyukur, perjumpaan yang singkat ini bisa memberi warna tersendiri,
baik itu bagiku, kedua orangtuaku dan juga keluarga besar. Bagi kedua
orangtuaku, kehadiran si kecil Azka bisa memberikan keceriaan dan kebahagian
bagi mereka. Dan, bagiku, semangat untuk terus menemani tumbuh kembang buah
hati semakin bertambah dengan pesan yang kedua orangtuaku titipkan. Sebuah
amanah cinta dari seorang kakek yang menginginkan cucunya menjadi seorang
hafidz.
Di lebaran kali ini, aku
hanya hitungan hari saja berjumpa dengan kedua orangtua, keempat kakakku dan
juga keluarga besar. Namun, setidaknya ada suntikan semangat dan obat rindu
dari mereka. Dan, momen inilah yang tidak akan pernah aku lupakan. Karena
itulah, bagiku, lebaran bukan hanya sekadar pulang atau sebuah perayaan semata, tapi ada penawar rindu yang tak bisa aku dapatkan dimanapun.
Artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway 1 Tahun Dunia Gairah (www.pritahw.com) .
Ini mb Intan yg di Bumi Kaliwates ya mbak? Wah, bs inbox aku nomor WA nya lagi ya mbak, utk diundang di grup Blogger Jbr :) Btw, lebaran selalu menyisakan hikmah yg berbeda ya. Makasi udh ikutan GA ku mb, gudlak^^
ReplyDelete