Sumber: www.porostengah.com |
Dilema. Ya, itulah yang
mungkin pertama kali terbersit ketika kita berbicara tentang rokok. Di satu
sisi, keberadaannya sebagai penyumbang masalah kesehatan plus kemiskinan
rakyat. Tapi, di sisi lain pajak cukai rokok yang luar biasa pun memberikan
pendapatan bagi negara ini.
Seperti yang dilansir
oleh http://databoks.katadata.co.id,
pemerintah menargetkan pendapatan pajak dari cukai rokok dalam APBN 2017
sebesar Rp 149,9 triliun. Dan, penerimaan cukai rokok ini sama dengan 10 persen
dari target pendapatan pajak 2017. Sebenarnya alasannya sangat baik, pemerintah
menaikkan cukai rokok karena ingin mengurangi konsumsi.
Tapi, pertanyaannya, apakah
hal tersebut sudah merupakan keputusan yang tepat? Karena menurut data dari http://databoks.katadata.co.id,
Direktorat Bea dan Cukai mencatat hingga 29 September 2016 ada 1.593 kasus
rokok ilegal. Angka tersebut naik 1,29 kali lipat dibanding pada 2015.
Dari data tersebut kita
bisa menarik kesimpulan, kebijakan yang ada tidak sepenuhnya bisa memberikan
efek positif. Ketika ada peraturan tentang kenaikan biaya cukai rokok, maka
akan ada pihak yang berusaha mencari celah kelemahan dari peraturan tersebut. Selalu
ada cara untuk memenuhi permintaan rokok yang tidak pernah menurun.
Menurut data yang dirilis
BPS dilansir dari http://databoks.katadata.co.id,
hasil Survei Sosial Ekonomi 2015, alokasi belanja rokok mencapai Rp 64.769 per
kapita sebulan atau 6,79 persen terhadap pengeluaran total. Sedangkan,
pengeluaran per kapita untuk membeli beras terpau pada angka yang tidak terlalu
jauh yakni Rp 64.759 atau 6,79 persen. Sebuah angka statistik yang tidak bisa dianggap remeh.
Masih berdasarkan data statistik dari BPS, rokok termasuk jenis komoditi yang menjadi pengaruh besar terhadap nilai
Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Bahkan, pengeluaran
untuk rokok ini berada di urutan kedua setelah beras. Sebuah data yang
seharusnya menjadi bahan pemikiran semua pihak.
Sumber: www.suarakedaulatan.com |
Tentunya dari data tersebut sudah sangat memberikan bukti kalau pola konsumsi masyarakat telah bergeser. Gaya hidup kebanyakan masyarakat sudah berubah. Dan, fenomena ini pun akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.
Kalau kita perhatikan,
konsumsi rokok untuk kalangan ekonomi menengah ke atas mungkin tidak akan
berpengaruh terhadap pengeluaran mereka. Bagi orang-orang dengan penghasilan
yang berlebih, mereka tidak akan mengambil uang untuk membeli rokok dari pos
untuk pemebuhan kebutuhan pokok. Tapi, untuk masyarakat ekonomi menengah ke
bawah, konsumsi rokok akan sangat berpengaruh kepada pengeluaran harian.
Kita ambil contoh, ketika
seseorang dengan penghasilan Rp 50.000 per hari harus terpotong sekitar Rp
12.000 sampai 15.000 untuk mengkonsumsi rokok. Lalu, karena kebiasaannya, biaya
untuk kebutuhan sehari-hari pun akan terpangkas. Dan, tidak jarang hal tersebut
menjadikan mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan, apalagi papan. Tidak
jarang, karena kebutuhan akan rokok tidak bisa diganti atau dihentikan, maka
mereka akan berusaha untuk memenuhinya. Meskipun pada akhirnya, harus mengambil
jatah yang seharusnya untuk pemebuhan kebutuhan yang lebih pokok.
Jadi, sebenarnya kemiskinan
yang ada di negeri ini terjadi karena memang pola hidup dan pola pikir yang
tidak cerdas. Konsumsi untuk barang yang sebenarnya tidak harus dikonsumsi
menjadikannya tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok. Dan, di pihak lain, banyak
pihak yang memfasilitasi kebiasaan yang sudah membudaya tersebut.
Lalu, kebijakan menaikkan
cukai rokok itu bisa menjadi solusi terbaik? Sebenarnya, kembali lagi kepada ketegasan
dan juga pengawasan yang ada. Ketika peraturan itu dibuat, maka semua pihak
yang terkait harus tegas dengan aturan itu. Selain itu, harus ada pengawasan
agar tidak ada celah untuk melemahkan kebijakan tersebut.
Kemiskinan yang terjadi
terkadang penyebabnya ada pada kebiasaan kurang baik yang telah menjadi budaya.
Seperti halnya contoh kasus di atas, merokok. Sebuah kebiasaan di beberapa
daerah di Indonesia yang sudah menjadi sebuah budaya dan seakan-akan sebuah
keharusan atau kebutuhan pokok.
Jadi, ketika alasan sudah
sebuah budaya, maka tidak hanya sebuah kebijakan ekonomi yang bisa
menghentikannya. Karena sebenarnya yang terpenting merubah pola pikir, mental
dari masyarakat dan juga aturan hukum yang sangat tegas. Lalu, apakah menaikkan
cukai rokok adalah sebuah cara yang cerdas untuk menekan tingkat kemiskinan?
No comments:
Post a Comment