Sumber: www.elevenia.co.id |
Dulu, antara aku dan
dirinya tak saling mengenal. Ia yang berasal dari tanah Jawa dan aku USA alias Urang Sunda Asli. Entah keyakinan
darimana, ia datang mengetuk pintu rumah meminta izin kepada bapakku untuk
mengenalku.
Bagaikan kisah dalam
cerpen atau novel. Hanya karena aku suka menulis dan ia telah membaca
tulisan-tulisanku, ia dengan yakin berniat meminangku. Tak perlu menunggu waktu
lama, dengan keyakinan yang datan begitu saja, aku menerimanya. Tak pernah
sekalipun kami bertemu berdua dan mengobrol, apalagi jalan bareng. Kami
memiliki cara sendiri untuk saling mengenal.
Meski hanya berjarak 2
minggu dari pertemuan dengan kedua orangtuaku, kami pun bertunangan. Tidak lama
dari itu, hanya berselang 3 bulan, janji suci pun melangit disaksikan oleh wali
dan para saksi. Sebuah janji yang kami jaga agar tak akan pernah ada celah
untuk mengingkarinya.
Kini, perjalanan
pernikahanku sudah hampir 3 tahun. Meski kami tak saling mengenal sebelumnya. Tapi,
cinta memang tak pernah mengenal durasi dan kondisi. Bahkan, saat ini, kelekatan
dan kenyamanan antara kami berdua begitu kuat. Caranya memperlakukanku,
benar-benar membuatku bersyukur telah menjadi bagian hidupnya.
Sejak awal menikah, ia
tidak pernah absen memberikan kejutan di momen-momen spesial. Mulai dari awal
aku dinyatakan hamil, ulang tahun, hingga setiap kali aku memenangkan lomba
menulis. Selalu saja ada hadiah yang memang sedang aku impikan. Bahkan, aku
seringkali tak sadar, ia sedang mencari tahu apa keinginanku. Dan, ia selalu
berhasil membuat air mataku tak terbendung sebagai tanda bahagia.
Berbeda dengan diriku.
Aku selalu saja gagal untuk memberikannya sesuatu yang sedang ia inginkan. Bukan
karena aku tak sayang dan perhatian kepada suami, namun selalu saja ada
halangan untuk memberikan tanda cinta kepadanya. Di hari ulang tahun yang
berbarengan dengan lulus sidang, aku baru saja melahirkan anak pertama. Awalnya
aku sudah merencanakan memberikan kejutan kecil. Tapi, semuanya batal karena
aku baru pulang dari Rumah Sakit.
Di hari wisudanya pun,
aku belum ditadirkan memiliki rezeki untuk membelikannya hadiah. Aku kadang
merasa sedih ketika tidak bisa mengungkapkan rasa cinta kepadanya. Meskipun
suamiku bilang, aku sudah memberikan hadiah di momen-momen istimewanya. Tapi,
tetap saja, aku merasa impianku untuk memberikannya hadiah belum terwujud.
Akhir-akhir ini, suamiku
sering sekali mengatakan ingin memiliki sepeda. Niatnya begitu kuat ingin
menggunakan sepeda ke kantor, karena ia tak memiliki waktu untuk berolahraga
dengan kesibukan kantor yang tak ada hentinya. Bahkan waktu weekend pun kadang harus digunakan untuk
mengerjakan pekerjaan kantor. Jadi, untuk mencari waktu berolahraga sangat
sulit sekali.
Sejak awal tahun 2017, ia
sudah mengatakan ingin sekali membeli sepeda. Aku sebenarnya langsung
mengizinkan tanpa banyak alasan. Namun, suamiku tak juga membelinya. Aku tahu,
ia harus menyimpan dulu keinginannya membeli sepeda, karena harus mendahulukan
kepentinganku dan juga si kecil.
Aku merasa kasihan kepada
suami karena ia harus memendam keinginannya demi anak dan isterinya. Padahal,
aku tahu, ia bisa saja langsung mewujudkan impiannya itu. Tapi, selalu ia
prioritaskan aku dan si kecil.
Sebagai rasa sayang, aku
ingin sekali mewujudkan impiannya memiliki sepeda. Tidak hanya itu, hadiah
sepeda ingin aku berikan sebagai ucapan terima kasih atas segala perhatian dan
rasa sayangnya kepadaku dan si kecil. Selama ini, ia selalu mengorbankan dan
mengenyampingkan kesenangan dirinya sendiri. Karena alasan itulah, aku ingin
sekali memberikannya kejutan kecil ini.
No comments:
Post a Comment