Dua garis merah. Sebuah
tanda yang merubah segalanya. Semua rasa tercampur menjadi satu. Senyuman
seakan tak mau beranjak dari wajah. Layaknya anak kecil yang diberi hadiah, aku
dan suami sangat luar biasa bahagia.
Sejak aku dinyatakan
positif hamil oleh Bidan, suami dan orang-orang di sekitarku tak henti-hentinya
mengingatkanku untuk menjaga kesehatan. Aku pun terus belajar untuk lebih care terhadap tubuh. Kebiasaan tidur larut
malam pun, aku tinggalkan. Termasuk dalam hal makan pun, kalau sebelum menikah
dan hamil, aku lebih sering menunda makan, kini aku harus berpikir kesehatan
janin dalam rahimku.
Hamil, bagiku, adalah
sebuah momen yang tidak bisa terlupakan. Meskipun aku belum melihat fisiknya,
tapi aku sudah menghadirkan sosok itu dalam setiap aktivitasku. Aku dan suami
hampir setiap hari mengajak ngobrol jabang bayi. Mengusap perut dan mengajak
bercerita merupakan dua kebiasaan baru sejak aku hamil.
Meskipun awalnya
kandunganku dinyatakan lemah, tapi aku yakin dedek bayi dalam rahimku akan
tumbuh dengan sehat. Aku selalu menyempatkan diri untuk berolahraga ringan dan
juga senam hamil. Tidak hanya itu, asupan makanan dan minuman pun menjadi hal
yang selalu aku perhatikan.
Dari awal kehamilan,
suamiku selalu membelikanku susu hamil. Tapi seiring berjalannya waktu, kami terus
mencari tahu tentang yang kelebihan dan kekurangannya. Dan, akhirnya aku
memutuskan untuk menggantinya dengan mengonsumsi madu dan kurma. Selain itu,
sayuran dan buah-buahan menjadi makanan wajib setiap hari.
Aku sangat menikmati masa
kehamilan ini. Tidak ada masalah yang berarti dengan janin dan juga diriku sendiri.
Hanya saja, berat badanku memang harus sedikit ditambag, begitu saran dari
Bidan. Tapi, selebihnya, kami berdua dalam kondisi sehat.
Ketika usia kandungan
menginjak 5 bulan, aku melakukan USG 4 Dimensi. Ah, momen yang sangat
menyenangkan saat melihat malaikat kecil kami sudah mulai berbentuk sempurna. Rasanya
sudah tidak sabar ingin memeluk tubuh mungil itu.
Perkembangan jabang bayi
pun terus kami pantau melalui USG setiap bulannya. Setiap bulan ada saja yang
membuat kami tersenyum, mulai dari melihat pipinya yang tembem, belahan di
dagunya dan alat kelamin yang sudah sangat jelas terlihat. Sampai saat ini,
foto-foto USG masih tersimpan rapih dalam file
khusus si kecil.
Layaknya sebuah cerita,
selalu ada sisi yang kurang menyenangkan. Entah itu sebagai bumbu agar kisah
menjadi lebih menarik, atau ada pesan dari langit yang akan menjadi pelajaran
bagi banyak orang. Tepat di usia kandungan 8 bulan, aku mengalami masalah
dengan kandunganku.
Ya, saat itu, tepatnya
hari Minggu pagi, ada cairan yang keluar. Aku tidak pernah berpikir kalau itu
adalah cairan ketuban. Bahkan aku tidak menceritakannya kepada suami. Tapi,
sampai siang hari, cairan tersebut terus saja keluar. Akhirnya, aku ceritakan
kepada suami. Aku benar-benar cemas. Timbul kekhawatiran akan kondisi dedek bayi.
Namun, kami sepakat untuk tidak memberitahukan kepada siapapun, termasuk
orangtua.
Hingga sore hari, cairan
itu terus keluar. Kami pun memutuskan untuk memeriksakannya kepada Bidan. Tapi,
karena saat itu hanya ada asistennya, aku tidak banyak konsultasi tentang
kondisiku. Aku pun diminta untuk melihat perkembangan hingga besok pagi untuk
memastikan apakah yang keluar itu benar-benar cairan ketuban atau bukan.
Keesokan paginya aku
periksakan kembali ke Bidan, dan ternyata cairan itu benar-benar ketuban. Tapi
yang menjadi masalah, aku belum mengalami pembukaan sama sekali. Karena
peralatan di klinik bidan tersebut tidak lengkap, maka aku dirujuk ke Dokter
Kandungan. Siang itu juga, aku langsung diantar suami menuju tempat praktek dokter
tersebut.
Aku mendaftar pukul 1
siang, dan mendapat giliran masuk ruangan pemeriksaan pukul 5 sore. Ketika
melihat gambar di layar, aku tidak bisa menyembunyikan rasa kekhawatiran. Air
ketuban dalam rahim sama sekali sudah habis. Dokter mencoba menenangkan dan
mengatakan janin dalam keadaan baik. Tapi, tetap saja, logikanya darimana janin
mendapat asupan makanan kalau air ketuban sudah habis merembes keluar.
Dokter memberikan solusi
dengan memberikan suntikan penguat paru janin, agar ia bisa bertahan hingga usia
9 bulan. Aku dan suami langsung menyetujuinya. Sore itu, obat penguat paru
langsung disuntikan ke tubuhku. Selain itu, aku pun harus opname selama 2 hari di klinik tersebut.
Sejak sore, alat pendeteksi detak jantung bayi
dan juga tingkat stress ibu dipasang di tubuhku. Grafiknya membuat perawat yang
menjagaku terus menasehati agar aku tetap tenang. Hal itu ia lakukan, karena
beberapa kali, detak jantung bayi berhenti. Suamiku pun terus mendampingiku
untuk terus berdoa.
Setelah berada pada garis
normal, akhirnya aku dipindahkan dari ruangan tindakan ke ruang inap. Meskipun
aku masih tertidur lemas dengan selang infus di tangan, tapi masih bisa
bercengkerama dengan kakak pertamaku yang datang menjenguk. Tapi, entah kenapa
tiba-tiba saja perutku terasa begitu sakit ketika suamiku berusaha menyuapi
makan malam.
Karena rasa sakit yang
sudah tidak tertahankan lagi, akhirnya suami memanggil perawat yang sedang
berjaga. Perawat tersebut langsung terlihat panik dan memanggil beberapa orang
temannya. Aku hanya mendengat teriakan mereka, kalau aku sudah mengalami
pembukaan 10. Aku pun langsung dibopong menuju ruang tindakan. Tiga orang
dokter dan empat orang bidan berada di ruangan tersebut.
Aku tak henti-hentinya
menjerit kesakitan. Rasanya inilah akhir dari hidupku. Saat itu, aku hanya bisa
memasrahkan semuanya kepada Allah Swt. Dan, sebuah keajaiban aku alami, suara
tangis bayi mungil memecah keheningan ruang tindakan. Aku melihat air mata
suami memaksa keluar dari pelupuk matanya. Bayi kami lahir dalam keadaan normal
dan sehat.
Satu hal lagi yang
membuatku tak henti bersyukur, awalnya para dokter menyebutkan kalau bayi kami
akan lahir prematur dan itu artinya harus masuk ruang inkubator terlebih dahulu.
Tapi, alhamdulillah, bayi kami lahir dengan berat badan normal, dan seluruh
anggota tubuh pun berfungsi layaknya bayi yang lahir di usia 9 bulan. Aku pun
bisa langsung melakukan inisiasi dini. Memeluk malaikat kecilku untuk pertama
kalinya merupakan kebahagiaan yang tak bisa dibandingkan dengan apapun.
Apa yang aku alami
merupakan sebuah pelajaran hidup yang luar biasa bagiku dan suami. Dari proses
kehamilan yang tak diduga, hingga proses kelahiran yang memiliki cerita tak
biasa. Bagi kami, kehadiran si kecil memberikan kisah yang sulit untuk
terlupakan. Karena alasan itulah, aku benar-benar bertekad untuk menjaga dan menemani
tumbuh kembang si kecil.
No comments:
Post a Comment