Judul : Journey to Andalusia: Jelajah
Tiga Daulah
Penulis : Marfuah Panji Astuti
Penerbit :
BIP Kelompok Gramedia
Tebal
Halaman : 190 Halaman
Tahun
Terbit : 2017
ISBN : 978-602-394-391-3
Andalusia, negeri sejuta
cahaya, tempat segala hal hebat berawal. Islam pernah hadir dan menyinari
negeri ini dengan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan selama 800 tahun. 2/3 lebih sejarah
Islam ada di sana.
Sebuah catatan perjalanan
untuk menapaki sejarah Islam yang kini terlupakan. Penulis begitu detail
menceritakan dari mulai Maroko hingga ke Andulusia. Penulis ingin menapaktilasi
jejak perjuangan Musa bin Nushair dan panglimanya Thariq ibn Ziyad saat
menaklukkan semenanjung Iberia.
Andalusia adalah sejarah
yang terampas. Tidak banyak yang tahu tentang peran penting Islam dalam
memajukan peradaban saat itu. Mungkin sebagian orang ketika mendengar Eropa,
pastilah yang terbersit ialah segala kemegahan, kehebatan pengetahuan dan juga
kemajuan teknologi.
Berbicara tentang sejarah
Islam di Eropa, kita tidak bisa melupakan kota sejuta cahaya, Cordoba. Cordoba
adalah sebuah nama, namun bagi bangsa Eropa, Cordoba bagaikan alunan nada-nada
indah. Dari sinilah kebangkitan peradaban bermula. Dari rahim Cordoba lahir
para pemikir yang belum tertandingi hingga kini, sebut saja Ibn Rusyd atau di
Barat dikenal sebagai Aviroes. (hal.105-106)
Mengunjungi Cordoba, tak
lengkap rasanya jika tidak menjejaki mezquita. Mezquita yang awalnya adalah
bangunan sebuah masjid. Masjid ini dibagun oleh Abdurrahman Ad Dakhil (786 M).
Sejarah mencatat, masjid ini merupakan mesjid terbesar, tercanggih, dengan
ornamen bercita rasa seni tinggi yang nyaris tanpa cela di zamannya. Panjang
mesjid ini 180depa, terdapat 14 lengkungan yang disangga 1.000 pilar.
Penerangannya terdiri dari 13 lentera, yang setiap lentera memuat 1.000 lampu. Di
mesjid ini pula tersimpan mushaf Ustman bin Affan yang ditulis dengan tangannya
sendiri. (Hal. 115)
Sama halnya dalam buku
lain yang menceritakan tentang perjalanan Islam di Eropa, dalam buku inipun,
penulis mengisahkan perasaan sedihnya ketika melihat mezquito saat ini. Tempat
yang sudah beralih fungsi menjadi sebuah gereja ini memang membuat kaum muslim
yang berkunjung merasa terluka hatinya. Meskipun kita masih bisa menyaksikan sisa-sisa
kejayaan Islam di sana, tapi rasanya tidak tega menyaksikan masjid Cordoba yang
megah itu berubah menjadi sebuah gereja.
Islam yang pernah
menerangi Andalusia lebih dari 800 tahun seakan tak berbekas. Kini jumlah
penduduk Muslim di Spanyol dan Portugal tercatat hanya seratus ribu, lebih
sedikit dari jumlah Muslim di kota Dallas, Amerika yang tidak pernah dikuasai
daulah Islam. (Hal.145)
Membaca buku ini
benar-benar mengajak kita berpikir. Islam pernah berjaya di bumi Eropa.
Meskipun sejarah seakan-akan membuatnya pudar. Tentu saja hal itu tidak boleh
dibiarkan begitu saja, semangat kejayaan itu harus terus digaungkan.
Journey to Andalusia
memang bukan buku pertama yang membahas tentang jejak sejarah Islam di Eropa.
Tapi, tetap saja, esensi dari sejarah yang terlupakan itu begitu terasa. Pembaca
seakan-akan benar-benar menginjakkan kaki di bumi Andalusia. Kita sebagai
pembaca digiring untuk merasakan apa yang penulis rasakan, mulai dari rasa
ingin tahu penulis, senang ketika pertama kali melihat tempat-tempat bersejarah,
kesal ketika tour guide bercerita tidak sesuai dengan sejarah yang sebenarnya
dan sedih ketika menyaksikan masjid yang berubah menjadi gereja.
Ada yang menarik dari
buku ini di bagian awal bila dibandingkan dengan buku lain yang menceritakan jejak
sejarah Islam di Eropa. Di lembaran awal, penulis menuturkan alasan mengapa
begitu tertarik dengan Andulusia. Hal yang mungkin bisa menjadi pelajaran
penting bagi pembaca, efek sebuah dongeng di masa kecil dari orang tua,
ternyata menjadi terpatri dalam alam bawah sadar, dan menjadikan penulis
memiliki impian untuk mengunjungi negeri-negeri yang diceritakan tersebut.
No comments:
Post a Comment