“Orang
boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di
dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pramoedya Ananta Toer
Bagiku kata-kata di atas adalah
penyemangat menjemput impian. Sejak kecil aku memang memiliki impian untuk
menjadi seorang penulis. Menurutku, penulis itu keren. Ia bisa menyapa orang
lain yang tidak bisa ia jangkau. Ia bisa berbagi ilmu kepada siapapun. Dan,
alasan yang paling membuat impianku terus terpatri ialah tulisan dari seorang
penulis itu tidak akan mati. Orangnya mungkin boleh saja berumur pendek, tapi
sebuah tulisan akan tetap hidup dan diingat oleh orang lain.
Impian menjadi seorang penulis, menerbitkan
banyak buku yang bisa menginspirasi, ada ketika aku masih duduk di bangku
sekolah dasar. Impian itu muncul karena memang aku dibiasakan untuk membaca.
Dan, aku memiliki kebiasaan yang kata orang-orang terdekatku terbilang aneh. Ketika
mendapatkan buku, aku pastilah akan melihat halaman profil penulis. Aku selalu
bermimpi, suatu saat foto dan biodataku akan terpampang dalam karya-karyaku yang menginspirasi.
Menurutku, dengan menulis
kita bisa banyak berbuat. Kita bisa menyampai apa yang sulit disampaikan lewat
kata yang terucap. Dengan menulis, aku bisa menyapa siapapun yang sulit
terjangkau.
Promo Buku Retweet |
Awalnya impianku ialah
menulis satu buku sebelum waktuku habis di dunia ini. Tapi, setelah aku
menerbitkan buku solo pertamaku, impian yang lain muncul. Kalau hanya satu
buku, apa aku bisa menjemput impianku yang lainnya? Bukankah aku ingin memiliki
tabungan kebaikan sebagai bekal di kehidupan yang kekal kelak?
Maka, aku pun bertekad
untuk menerbitkan lebih banyak lagi buku. Tidak hanya sekedar tekad dan niat
belaka. Aku sudah berusaha untuk mengirimkan beberapa tulisan ke beberapa
penerbit. Tapi, dewi fortuna belum berpihak kepadaku. Aku masih harus menerima ‘surat
cinta’ dari penerbit. Kadang email penolakan dari penerbit itu membuat aku
terpuruk. Tidak jarang aku berpikir, apa tulisanku sebegitu jeleknya hingga
harus ditolak beberapa penerbit. Namun, aku bersyukur karena suamiku selalu
menyemangatiku untuk terus menulis. Jangan pernah menyerah hanya karena
penolakan dari penerbit, itulah yang selalu dikatakannya ketika aku mulai patah
arang.
Dan, ketika aku melihat
info giveaway dari penulis keren Mbak Leyla Hana dan Riawani Elyta, semangat
itu kembali hadir. Aku ingin mendapat pelajaran yang berharga dari kedua
penulis ini. Aku ingin sehebat mereka yang bisa menerbitkan banyak buku.
Aku memang harus banyak
belajar. Tapi, kondisiku sekarang yang harus menemani tumbuh kembang si kecil
yang masih berusia 6 bulan kurang, tentunya berbeda dengan dulu. Kalau dulu,
aku bisa saja ikut pelatihan A, seminar B dan coaching dengan penulis C setiap
minggu. Sekarang aku harus lebih cerdas dalam memilih tempat dan juga waktu
untuk belajar. Ya, belajar menulis itu penting. Tapi, tentunya bagiku, mengurus
anak jauh lebih penting. Namun, aku yakin keduanya bisa saling bersinergi. Karena
alasan itulah, aku pikir belajar kursus menulis online di Smart Writer ialah
pilihan yang paling tepat bagiku saat ini.
menerbitkan buku menjadi ketagihan ya mba.. :)
ReplyDeleteYa, Mbak. Doain mudah2an bisa menerbitkan buku lagi dalam waktu dekat ini :)
Delete