Bukan sebuah kebetulan ketika aku datang, dan
sebagian kursi sudah terisi. Hanya ada kursi di ujung dengan dua orang wanita
yang sedang duduk.
“Sini aja duduknya,” ujarnya ramah.
Aku terus memperhatikan wajahnya. Sepertinya pernah
lihat, gumamku. Aha, aku baru ingat ternyata itu kan Mbak Windry. Wouw, bisa
satu meja dengan Mbak Windry. Aku tersenyum senang. Tentunya ini kesempatan
yang luar biasa bagiku. Aku jadi teringat alasan yang aku tuliskan mengapa aku
layak mengikuti tantangan menulis ini.
Dari awal aku melihat Mbak Windry, orangnya sangat
ramah. Tidak ada kesan kalau beliau menjaga jarak dengan siapapun. Oya, setelah
menyapa dan mengobrol, aku pun memliki penilain lain tentang Mbak Windry, beliau
itu sosok wanita cerdas (penilaianku nggak salah kan, Mbak? J).
Ketika Mbak MC (Mbak Cyntia ya namanya? #lupa)
memulai acara, sedikit pun tidak ada rasa tegang. Bukannya sombong lho, tapi
memang karena MC nya buat kami semua enjoy.
Ditambah lagi orang-orang yang datang, semuanya nggak pada jutek bin jaim.
Menulis flash fiction selama 30 menit itu pokoknya something banget deh. Apalagi kita harus
menulis berdasarkan tiga kata yang langsung diberikan. Koin, Bandung, dan
permisi. Ya, itulah tiga kata yang harus dikembangkan menjadi sebuah flash
fiction. Hmm...Ok, the show begins. Setelah
mendapatkan tiga kata kunci, yang ada dalam pikiranku itu ialah menulis tentang
kehidupan anak jalanan kota Bandung.
Aku sangat menikmati menulis, apalagi menulis di
samping penulis sehebat Mbak Windry. Sambil menulis (lebih tepatnya mengetik
hehe...), aku melirik ke arah Mbak Windry, beliau begitu tenang sekali ketika
menulis. Dan mungkin aku kecipratan energi itu J.
Akhirnya selesai juga aku menulis. Meskipun hasil
akhirnya peserta harus mengakui kecepatan Mbak Windry dalam menulis. Ya, tapi
wajar sih, kan beliau udah nerbitin banyak novel, udah kelas suhu hehe...
Setelah menulis, Mbak Jia Effendi menjelaskan
sedikit tentang flash fiction. Wah, setelah praktek menulis, langsung dapat
ilmu pula. Oya, kalau aku perhatian orang-orang Gagas itu bawaannya ceria-ceria
gitu ya? (bener nggak? J).
Ok, kembali ke mejaku dan Mbak Windry. Pada sesi
makan, aku bertanya banyak kepada Mbak Windry. Kapan lagi coba dapat ilmu
langsung dari suhunya, gratisan lagi.
“Setiap
penulis itu punya napas menulis masing-masing.”
“Jangan
percaya kalau penulis nonfiksi nggak bisa menulis fiksi. Itu mitos.”
Itulah kalimat-kalimat yang aku ingat sampai
sekarang. Aku selalu menganggap itu semua pesan dari suhu yang harus diingat. Dan
tentu saja akan menjadi suntikan semangat yang luar biasa bagiku.
Terima kasih Mbak Windry, Mbak Jia, dan tentua saja
Gagas Media yang sudah mengadakan acara ini. Sering-sering aja bikin acara
kayak gini di Bandung. Dan semoga aku bisa menjadi bagian dari
penulis Gagas Media J.
The
Kiosk-Bandung, 9 Agustus 2014
#TantanganMenulisWindry
No comments:
Post a Comment