Aku
tidak akan pernah menjelaskan tentang cinta kepadanya. Ia sudah lebih paham
dariku. Jika ada ujian tentang cinta, ia akan lulus dengan predikat cumlaude. Bahkan baginya, cinta bukan
sekedar teori tapi sebuah pembuktian lewat perilaku.
Jika
pujangga begitu hebat bermain kata mengungkap cinta, ia tak perlau banyak
berkata. Diamnya saja sudah membahasakan apa itu cinta. Cinta bukanlah sekedar
kata yang diumbar dengan mudahnya. Cinta itu sebuah pengaplikasian dari rasa
syukur dalam hati, begitu katanya.
Baginya,
tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Mencintai itu tidak sederhana. Mencintai
membutuhkan semangat berbagi. Tidak ada cinta tanpa memberi. Bukan hanya urusan
materi, tapi memberi apa yang dimiliki. Ya, meski mungkin hanya embusan napas yang
tersisa.
Tak
peduli raganya lelah, jiwanya letih,
tapi senyum itu tak pernah lupa untuk menyapa. Doanya tak pernah berhenti
terucap. Meski kadang hanya terdengar oleh telinga batin.
Cintanya
juga bagaikan mentari. Terus memberi tanpa mengharapkan kita membalasnya. Inilah
cinta, aku sering berucap dalam hati. Cinta tanpa koma. Tapi cinta dengan
titik. Tidak ada tanda tanya atau bahkan tanda seru. Semuanya ia akhiri dengan
titik. Biarlah semua tanya dan kelanjutan cerita ia kembalikan kepada Sang
Pencipta.
“Memangnya nggak capek ya?” tanyaku.
“Ah,
cuman segini sih nggak capek,” jawabnya ringan.
Aku
menatap wajahnya yang sudah tidak muda lagi. Ada gerat kelelahan. Tapi, tak
pernah aku dengar keluhan darinya. Ketika tubuhnya sakit pun, sulit baginya
untuk tidur berlama-lama di tempat tidur. Bahkan ketika kami paksa untuk
berobat pun, selalu ada alasan untuk menolak.
“Bagaimana
Bapak sama kalian nggak ada yang ngurus?” itulah pertanyaan yang sering aku
dengar.
Ah,
kadang aku malu jika melihat diri sendiri. Baru sakit sedikit saja, manjanya
sudah tingkat dewa. Baru tertekan sedikit saja, tangisnya sudah seperti yang
terkena bencana.
“Tubuh
sama hati Mamah terbuat dari apa sih?”
Pertanyaan
itu selalu muncul dalam benakku. Aku jarang melihatnya menangis, meski beban
hidup begitu berat. Meski aku juga pernah memergokinya mengeluarkan air mata. Ya,
mungkin baginya waktu yang terbaik itu saat ia berserah diri kepada Sang Pencipta.
Di saat itulah tangisnya membuncah. Tangisan penuh cinta, aku menyebutnya.
Aku
benar-benar banyak belajar darinya. Ketegaran, ketangguhan, dan kesabaran. Ya,
sepertinya aku tidak pernah menemukan wanita sehebat dirinya. Ketika orang lain
bangga dengan ibunya yang berprofesi sebagai wanita karier, tapi aku sangat
bangga dengan sosok bersahaja penuh cinta.
Ia
selalu bilang kalau dirinya tidak sepintar diriku karena tidak bisa sekolah
tinggi-tinggi. Ah, rasanya aku tidak butuh ibu yang lulusan universitas
terkenal dengan IPK tinggi. Bagiku, ia lebih cerdas dari siapapun.
Caranya
merawatku ketika aku sakit keras melebihi seorang dokter ahli. Begitu pun
ketika aku harus sering berisitirahat di rumah, ialah sosok yang membuatku
memahami semua mata pelajaran sekolah. Dan hasilnya aku selalu mendapat ranking
3 besar di sekolah.
Hal
lain yang membuatku kagum ialah bagaimana ia menghormati suaminya. Satu kata
pun tidak pernah aku dengar ada penolakan dari mulutnya. Sepertinya mengabdi
ialah sebuah kebutuhan dalam hidupnya.
Aku
pernah dengar katanya, cinta itu bisa tumbuh dari mulut dan perut. Ternyata itu
aku rasakan sendiri. Ia adalah ibu yang hebat. Aku sanggup menahan lapar
seharian karena aku tidak ingin absen satu kali pun untuk mencicipi semua
masakannya. Mungkin bukan makanan yang mewah, tapi ia memasaknya dengan cinta
dan hati yang tulus. Itu semua menjadikan semua makanan yang ia buat selalu
membuat ketagihan. Bukan aku saja yang mengatakan itu. Hampir semua teman-teman
yang datang ke rumah selalu mengatakan itu. Bahagianya memiliki ibu seorang
chef yang luar biasa.
Bagiku
ia adalah motivator dan inspirator terhebat dalam hidupku. Aku bahagia bisa
terlahir dari rahimnya. Aku bersyukur bisa belajar banyak darinya. Belajar
tentang makna hidup dan kehidupan. Setiap niat, ucap dan langkahku
terinsipirasi dari ketulusan cintanya. Tidak akan lelah tangan ini menggores
setiap kesan cinta bersamanya. Terima kasih Tuhan, karena aku masih bisa
merasakan telaga kasih sayang dan cinta darinya.
No comments:
Post a Comment