Menjadi Pendidik
ruangmaknaqu
July 30, 2012
2 Comments
Mendidik bukan sekedar mentransfer ilmu. Mendidik juga bukan berarti mendikte kata dan kalimat. Mendidik itu bermakna luhur. Menjadikan pribadi yang tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa menjadi bisa, itulah mendidik. Makna yang tidak sesederhana kata-katanya.
Dulu,
aku tak paham semua itu. Tidak ada sedikit pun keinginan untuk menjadi guru. Pikirku
mungkin belum mengerti arti ketulusan dan pengorbanan. Aku berpikir, menjadi
guru itu tidak sekeren profesi lain.
Tapi
ternyata, darah guru telah mengalir dalam tubuhku. Ketika aku masih duduk di
kelas 3 SMA, aku diminta untuk menggantikan kakakku mengajar les Bahasa
Inggris.
Dilema.
Ya, aku paling tidak bisa mengajar. Aku ingin sekali lari dari perintah ini.
Tapi, Ayah mengatakan kalau aku harus belajar menjadi guru. Kalaupun aku kelak
tidak memilih profesi ini, tapi setidaknya aku akan menjadi guru bagi
anak-anakku. Karena alasan inilah, akhirnya aku mencoba untuk mengajar.
Dari
situ, aku mulai jatuh cinta dengan dunia mengajar. Aku selalu senang kalau
harus menggantikan kakak. Selain bisa belajar, alasan lainnya karena aku bisa
mendapat uang dari mengajar itu.
Selangkah
demi selangkah, akhirnya aku memutuskan untuk menjadi seorang guru. Aku tidak
lagi mengejar bayaran untuk profesi ini. Suara dan panggilan hati membuatku tak
ingin melepas pekerjaan ini.
Dari
mulai mengajar di tempat les hingga menjadi guru di sebuah sekolah menengah
atas, aku jalani. Penuh suka dan duka. Namun, rasa sukanya melebihi semua duka
yang aku alami.
Ya,
sebagai seorang manusia biasa, aku pun pernah merasakan sakit hati ketika
menjalani profesi ini. Aku pernah diminta berhenti mengajar, hanya karena aku
kuliah di universitas swasta. Namun, aku buktikan lewat sikap bukan dengan
kata. Aku sadar tidak ada yang hebat di dunia, jika kita tak pernah mau
berlajar. Bukan tempat yang membuat sesuatu itu berarti, tapi isi yang penuh
dengan makna. Dan ternyata, waktu pula yang menjawab semua hinaan itu.
Banyak
kisah seru dan menyenangkan menjadi seorang pendidik. Anak didik yang sangat perhatian
merupakan sumber belajar yang tidak terkira. Aku kadang berpikir, ilmu yang aku
dapatkan lebih banyak daripada yang aku berikan kepada mereka.
Aku
memang selalu belajar untuk senantiasa mengajar dengan hati. Aku yakin jika
hati yang kita sentuh, maka semua akan lebih mudah. Aku bukanlah seseorang yang
sempurna. Bukan aku yang menjadikan mereka cerdas. Aku hanyalah sebagai pendamping
mereka untuk memahami sesuatu yang belum diketahui.
Aku
ingin merubah image seorang pendidik
itu tidak pernah salah. Guru bukan malaikat yang tidak pernah salah. Tapi, guru
juga bukan setan yang selalu berbuat salah. Guru hanyalah manusia biasa.
Sebagai
seorang pendidik, aku berlajar untuk mengerti sebelum dimengerti. Aku merasakan
kilas balik dari hidupku selama ini. Ketika aku sekolah, aku seringsekali
menyangka kalau menjadi guru itu mudah. Tapi ternyata, guru itu profesi yang tidak
bisa dianggap enteng.
Seorang
pendidik itu haruslah bersahabat. Ia harus memposisikan diri sebagai seorang
sahabat yang mau mendengar semua cerita anak didiknya. Ia juga harus bisa
bersikap layaknya orangtua yang senantiasa melindungi anak didiknya.
Menjadi guru itu sebuah kemuliaan. Aku tidak menyalahkan kedua orangtuaku yang mendidikku untuk menjadi seorang pendidik. Aku juga tidak menyalahkan keadaan yang membuatku memilih profesi ini. Tidak pernah ada kata penyeselan atas pilihan hidupku. Aku berharap ilmu yang aku berikan ini bisa menjadi tabungan amalku kelak. Aku bersyukur bisa menjadi seorang pendidik.
Menjadi guru itu sebuah kemuliaan. Aku tidak menyalahkan kedua orangtuaku yang mendidikku untuk menjadi seorang pendidik. Aku juga tidak menyalahkan keadaan yang membuatku memilih profesi ini. Tidak pernah ada kata penyeselan atas pilihan hidupku. Aku berharap ilmu yang aku berikan ini bisa menjadi tabungan amalku kelak. Aku bersyukur bisa menjadi seorang pendidik.