Pernah
lihat orang yang memanjat tiang atau bambu puluhan meter, tanpa alat bantu
apapun? Tapi ini bukan di film atau TV lho. Ini di alam nyata, bukan alam
imajinasi.
Spiderman?
Superman? Atau sederet nama superhero
dari negeri Paman Sam? Jawabannya
seratus persen salah.
Tidak
perlu jauh-jauh ke Eropa untuk melihat langsung orang yang bisa memanjat tiang
puluhan meter tanpa tali atau alat bantu apapun. Pengen tahu darimana superhero
itu berasal? Dari Amerika? Inggris? Belanda?
No,
bukan dari Inggris atau Amerika. Superhero
itu ada di alam nyata, bukan khayalan atau trik kamera. Superhero itu berasal
dari tanah kelahiran Si Kabayan. Dia berasal dari tatar sunda, tepatnya Jawa
Barat.
Yupp...
Yang kita bicarakan memang bukan superhero
khayalan. Kita sedang membicarakan kesenian yang berasal dari negeri kita
tercinta, Indonesia. Ternyata negeri ini hebat sekali. Jika negara-negara maju
masih menggunakan imajinasi mereka untuk bisa melakukan hal yang tidak mungkin.
Atau mereka gunakan tipuan kamera untuk sebuah adegan berbahaya. Tapi, kita
sudah selangkah lebih maju.
Kita
memiliki seni lais. Apa itu seni lais? Lais merupakan suatu jenis pertunjukan rakyat di Jawa Barat yang mirip
akrobat Tetapi, karena kegiatan apa pun dalam masyarakat Sunda
tradisional ini selalu tidak lepas dari kepercayaan penduduknya, maka
keterampilan akrobatik yang dilakukan oleh pemain-pemain lais itu pun dipercaya
mendapat bantuan gaib. Selain itu, tentu saja lais juga diberi
nafas seni dengan dimasukkannya tetabuhan dan dilantunkannya lagu-lagu selama
pertunjukan.
Pertunjukan lais terutama mempertontonkan keterampilan
satu atau dua orang pemain lais yang berjalan atau duduk di atas tali tambang
yang direntangkan di antara dua ujung bambu. Tali tambang tersebut selalu bergoyang
dan bambunya pun bergerak-gerak selagi menyangga beban dan gerakan pemain lais
tersebut.
Lais terdapat di Kabupaten Sumedang, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon dan Bandung. Lais
dapat disaksikan pada acara-acara kenegaraan, hajatan, pernikahan ataupun
khitanan.
Cara penyajian pertunjukan lais dilakukan dengan
terlebih dahulu memancangkan dua leunjeur (batang) awi gombong (bambu berbumbung besar) di
tanah serta merentangkan tali tambang pada kedua ujung bambu tersebut. Tali
tambang kemudian diikatkan pada kedua ujung bambu yang dipancangkan
tersebut lalu tetabuhan pun dibunyikan sebagai pembukaan juga sebagai
pemberitahuan bahwa permainan akan segera dimulai. Hal ini dilakukan untuk
mengundang penonton dan sebagai pemanasan suasana.
Ketika permainan dimulai, sang dukun (pawang) lais pun siap dengan
perlengkapan upacaranya, yaitu sesajen (sesajian) dan pedupaan (kukusan).
Bersamaan dengan bunyi tetabuhan, dibakarlah kemenyan dalam pedupaan
tadi serta mantera-mantera pun dibacakan. Upacara ini dimaksudkan agar si
pemain lais diberi kekuatan, kelincahan, keterampilan serta keselamatan
di dalam permainannya.
Itulah seni lais yang tak kalah hebatnya dengan pertunjukkan spiderman
atau superhero. Tapi sayang banyak orang yang tidak mengenal kesenian ini.
Ya, termasuk saya pribadi pun baru mengenal seni lais ketika mengunjungi West Java Festival 2011. Di situ banyak
sekali kesenian tradisional yang sudah mulai punah dimakan zaman.
Mungkin untuk anak-anak muda seumuran saya, banyak sekali yang tidak tahu
kesenian apa saja yang dipentaskan. Jangankan paham atau mengenal lebih dekat,
tahu namanya saja sudah sangat beruntung.
Padahal sebenarnya jika kita gali kesenian yang ada di negeri ini begitu banyak
dan menarik. Kadang kita malu ketika banyak sekali pengunjung asing yang datang
ke negara kita dan mempelajari seni dan budaya bangsa kita.
Tak jarang banyak turis asing yang jatuh cinta dengan kebudayaan dan
kesenian negeri ini. Sedangkan kita? Kita malah asyik dengan sajian boyband dan musik barat. Tak lupa pula budaya
yang jeleknya saja yang kita tiru.
Lantas, ketika budaya kita diakui oleh negara lain, barulah kita protes.
Kita lebih cepat terpancing emosi dengan mengadakan demo dan pemboikota produk
negara tersebut. Salah?
Mungkin yang harus disalahkan ialah diri kita sendiri. Kita terkadang
malu untuk mengakui kehebatan bangsa sendiri. Kita sudah cenderung apatis
dengan bangsa ini. Jangankan untuk menjaga keutuhan bangsa, untuk mengatakan
aku cinta Indonesia pun, mungkin sudah terlalu sungkan untuk diucapkan.
Jangan salahkan bangsa lain karena sudah mengakui beberapa kebudayaan, dan
kesenian Indonesia sebagai milik mereka. Karena kita sendiri memang malu untuk
mempelajarinya. Kita kadang pura-pura tidak tahu apa saja kesenian bangsa ini.
Kadang kita kita menganggap kuno, nggak
up to date, nggak gaul, jika kita
mempelajari kesenian dan kebudayaan Indonesia. Padahal kesenian dan kebudayaan bangsa
ini menyimpan filosofi yang tinggi. Ada makna di setiap gerakan yang tampilkan,
syair yang dinyanyikan dan pakaian yang digunakan.
Untuk momen-momen seperti West Java
Festival bisa membantu kita untuk me-recharge
kecintaan kita kepada bangsa ini. Kita jadi tahu, kalau bangsa ini memiliki kekayaan
seni yang luar biasa banyak.
Sudah saatnya kita buka mata dan telinga untuk mulai mencintai kebudayaan
bangsa sendiri. Karena kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menjadi pewaris
kekayaan bangsa yang tidak terkira ini?
No comments:
Post a Comment