Sebelumnya saya
hanya ingin mengatakan satu hal kepada siapapun yang membaca tulisan ini.
Coretan ini bukan sekadar curhatan, tapi ini adalah terapi bagi saya. Jujur
saja, selama 4 bulan terakhir ini saya merasa labil. Bibir boleh saja
tersenyum, tapi dalam hati ini masih ada tangisan yang tak bisa hilang. Masih ada sesak dalam hati ketika mengingatnya lagi. Bukan karena saya tak menerima takdir, tapi rasa rindu yang belum sempat terobati.
4 Oktober 2019
Tanggal ini tak
akan pernah bisa saya lupakan. Seminggu sebelumnya saya mendapat kabar kalau
Mamah dan Kakak ketiga akan datang ke Jember. Siapa yang tak senang akan
bertemu dengan ibu sendiri setelah hampir satu tahun tidak jumpa?
Rasa sedih saya
agak sedikit terobati karena sebulan lalu tidak bisa pulang ketika mendengar
kabar Bapak meninggal. Ya, tepat Hari Raya Idul Adha, Bapak meninggalkan kami
untuk selamanya. Saya tidak bisa melihat Bapak untuk terakhir kalinya karena
suami dan kedua anak saya sedang sakit. Perjalanan Jember – Bandung bukanlah
jarak dekat. Membawa dua balita dalam kondisi sakit memang terlalu beresiko.
Saat itu, saya
sedih, kecewa, kesal karena tidak bisa pulang. Tapi, Mamah dan kakak-kakak saya
pun memberikan saran untuk tidak memaksakan pulang. Mamah mengatakan doakan
saja Bapak. Ah, rasanya ingin sekali berlari dan memeluk Bapak untuk terakhir
kalinya.
Sepeninggal
Bapak, Mamah memang terlihat berbeda. Mamah lebih memilih untuk tidur di ruang
TV daripada di kamar. Setiap kali menelpon Mamah, selalu semuanya tentang Bapak
yang diceritakan.
Melihat Mamah
yang masih terus memikirkan Almarhum Bapak, kakak saya yang ketiga pun
menawarkan untuk mengajak Mamah ke Jember. Mamah menyambutnya langsung. Mamah
begitu bersemangat untuk ke Jember.
Awalnya kakak
ingin memberikan kejutan dengan tidak memberikan kabar. Tapi, atas saran kakak
kedua saya, akhirnya saya pun dikabari seminggu sebelumnya. Setelah mendapat
kabar itu, saya menjadi jauh lebih bersemangat. Rasa rindu ingin bertemu dan
bercerita dengan mamah akan terobati.
Kamis, 3
Oktober 2019, Mamah dan kakak saya pun berangkat menggunakan Kereta Api sore
hari dari stasiun Kiaracondong, Bandung. Sesaat setelah naik, saya pun
melakukan video call dengan Mamah, terlihat raut wajah senang. Bahkan beberapa
kali Mamah mengatakan itu, “Mamah senang
mau ke Jember. Ini pertama kali, loh.” Itulah yang diucapkan Mamah
berulang-ulang.
Menurut cerita
kakak, di sepanjang perjalanan Mamah banyak cerita. Selain itu, kakak pun
mengajak Mamah untuk mencoba berbagai makanan yang ada di kereta. Bahkan, kakak
sempat ditegur karena jajan terus. Tapi, memang niat kakak ingin membuat Mamah
senang.
Singkat cerita,
pagi hari tepatnya pukul 7, kereta yang ditumpangi Mamah pun tiba di Stasiun
Gubeng Surabaya. Di Whatsapp Group keluarga, kakak selalu membagikan foto
Mamah. Dan, itu menjadi bahan obrolan kami di group.
Setelah sampai,
kakak pun mengajak Mamah sarapan. Mamah terlihat menikmati makanannya. Tidak
biasanya, Mamah menyantap nasi pecel pesanannya sampai habis. Mamah terlihat
sehat dan senang.
“Mamah ada kamar mandi bersih, kalau Mamah mau mandi,
sambil nunggu kereta yang ke Jember.”
“Nggak ah, Mamah pengen mandi di rumah Neng Intan aja.”
Tepat pukul 9
pagi, kereta menuju Jember diberangkatkan. Mamah terus bertanya berapa jam lagi
sampai di Jember. Mamah sepertinya sudah tidak sabar untuk tiba di Jember. Dan,
itu pun yang saya rasakan. Beberapa kali saya menanyakan posisi Mamah sudah ada
di mana.
Senyuman terakhir Mamah di Kereta menuju Jember |
3 menit sebelum
jadwal kereta berhenti di Stasiun Jember, saya mengirim WA menanyakan kabar
Mamah dan memberi tahu kalau suami saya yang akan menjemput. Saking senangnya,
sampai-sampai kata-kata saya di WA nggak nyambung, malah saya sempat diguyonin,
ternyata penulis juga bisa salah nulis ya.
Di rumah, saya
mempersiapkan makan siang. Tapi, saat sedang asyik menggoreng ikan, tiba-tiba
suami saya menelpon.
“Neng jangan panik,
Mamah pingsan dibawa ke klinik stasiun.”
Deg… Perasaan
saya langsung tak menentu. Saya tinggalkan dapur dan duduk di runag tengah. Saya
terus berdoa untuk kesembuhan Mamah. Tapi, entah kenapa ada sebersit pertanyaan
dalam hati kecil saya, “Apa saya masih bisa bertemu Mamah?”
Telpon berbunyi
lagi. Suami saya kembali menghubungi saya. Saya angkat telponnya, tapi tak ada
satu kata pun yang terdengar, hanya tangisan.
Saya berteriak
dan memaksa suami saya berbicara. Telepon ditutup. Namun, selang berapa menit,
kembali berbunyi, “Neng Mamah udah nggak ada.”
Rasanya hati
ini hancur. Semua rencana untuk memuliakan Mamah tak akan terwujud. Padahal
saya dan suami sudah punya niat ingin membahagaikan Mamah di sini. Saya ingin
mengajak kemana pun Mamah minta. Ya, selama 9 tahun merawat Bapak yang sakit
memang membuat Mamah tidak pernah kemana-mana.
Man proposes,
God disposes. Ya, pada akhirnya saya harus memahami ungkapan ini. Kita memang
hanya bisa berencana, tapi Tuhan yang Maha Menentukan. Rencana hanya tinggal
rencana.
Keinginan Mamah
untuk mandi di rumah saya terpenuhi, tapi dimandikan oleh anak bungsunya ini. Keinginan
Mamah untuk ke Jember terpenuhi meski hanya baru menapakkan kaki di Stasiun.
Keinginan Mamah untuk naik kereta api terpenuhi, meski ini benar-benar yang
pertama dan terakhir.
Innalillah wa
inna ilaihi rooji’uun. Saya pun harus terus memahami maknanya. Ya, semua ini milik
Allah dan akan kembali kepada Allah. Kita semua sayang Mamah, tapi Allah jauh
lebih sayang Mamah. Kita semua ingin memuliakan Mamah, tapi Allah jauh akan
memuliakan Mamah.
Bagi saya Mamah
adalah panutan. Sosok istri yan selalu taat patuh kepada suami. Selalu menjadi
sahabat, partner dan juga penenang bagi suami. Mamah juga sosok ibu yang luar
biasa. Mamah selalu ada untuk kami. Saya belajar hidup dan kehidupan dari Mamah.
Wanita hebat, sabar, setia, tak pernah mengeluh dan selalu berbagi itu telah
pergi.
Mah, Neng
kangen Mamah…
Mamah sama Kakak Azka. Jalan-jalan keliling Bandung 2 tahun yang lalu. |
Teman-teman,
kembali lagi, siapapun yang membaca tulisan ini, saya mohon doa untuk kedua
orang tua saya yang sudah tiada. Dan, bagi siapa saja yang paham dengan ilmu
psikologi, saya akan sangat membuka diri kalau teman-teman memberikan saran
agar saya bisa bangkit. Karena sejak kejadian itu, saya mengalami trauma yang
luar biasa.
Ya, saya
mengalami rasa kehilangan dan ketakutan yang luar biasa. Ketika suami dan anak
saya pulang telat dari masjid pun, badan saya tiba-tiba lemas dan langsung
nangis. Saya juga butuh waktu satu bulan untuk bisa berani melewati Klinik dan
Rumah Sakit tempat Almarhum Mamah dinyatakan sudah tidak ada.
Tulisan ini
sarana terapi saya. Terima kasih sudah membacanya.
Innalillahi wainnailaihi rajiun
ReplyDeleteAlfateha buat orang tua mbak
Sabar ya mbak, saya juga bisa bayangkan kesedihan mbak
Tapi hidup harus lanjut, masih ada suami dan anak-anak, doakan saja orang tua kita dan berbuat baik kpd saudara2 serta kawan kawan orang tua kita.. semoga cepat pulih dari trauma ya mbak
Terima kasih sudah menguatkan saya, Mbak.
DeleteInnalillahi...
ReplyDeleteSemoga Bapak dan Mamah mendapat tempat terbaik ya, Mbak. Bisa bersatu di alam sana.
Semoga juga, mbak segera terbebas dari trauma. Memang butuh waktu, Mbak. Dan menulis sebagai terapi ini memang bagus
Saya jadi kepikiran dengan ibu. Setelah bapak meninggal, sepertinya ibu tak lagi punya semangat hidup. Berulangkali saya ajak untuk ikut saya ke Malang, tapi selalu di tolak, sementara di sana dia sendirian. jadinya sering nelpon tetangga, titip ibu dan minta tolong untuk sering nengok ke rumah
Aamiin... Terima kasih doanya, Mbak.
DeleteDoa terbaik buat ibunya Mbak juga ya. Semoga beliau diberi umur panjang dan kesehatan... Manfaatnya waktu mumpung beliau masih ada.
Innalillahi.. saya turut mendoakan bapak dan ibu semoga mendapatkan Rahmat dan tempat terbaik di sisi-Nya, Aamiin..
ReplyDeleteSaya turut sedih membaca ini dan mencoba memahami kondisi dan perasaan yang mbak rasakan. Saya hanya bisa mendoakan semoga mbak dan keluarga di lindungi oleh Allah SWT dimanapun berada, dan rasa cemas yg ada pada diri mbak berkurang dan yakin pada Allah, Allah akan melindungi mereka yg mbak sayang. Tetap sehat mbak ❤️
Aamiin... Terima kasih, Mbak.
DeleteInnalillahi wa inna ilaihi rojiun.... Intaaaan.....ya Allah. Beberapa tahun jarang kontak, nggak tau ortu Intan udah dipanggil pulang. Semoga Allah selalu memeluk mereka dalam kasih sayang dan limpahan ampunan-Nya.
ReplyDeleteNanti Kak Alaika komen di sini juga kan. Kak Al terapis access bar. Mungkin bisa membantu Intan.
Aamiin... Terima kasih Mbak Eno... Ah, andai masih di Bandung pengen banget deh ketemuan sama Mbak Eno.
DeleteInnalillahi wa innailaihi rojiun
ReplyDeleteAl Fatihah untuk orang tua mbak Intan...
Neng bs rasain yang mungkin mbak Intan rasakan sekarang... Kuat mbak, minta terus sama Allah SWT untuk terus dikuatkan dalam menjalani semuanya..
Peluuukk
Terima kasih sudah menguatkan saya, Teh.
DeleteAl Fatihah
ReplyDeleteSemoga almarhumah husnul khotimah
Aamiin... Makasih doanya, Mbak.
DeleteInnalillahi wa innailaihi rojiun
ReplyDeleteIkut berduka yaa mbaaaa
Kurang lebih hampir 2 tahun lalu, kakak saya meninggal karena kecelakaan, ini juga salah satu pukulan hebat buat saya, Ibu saya, dan keluarga besar kami. Saya sendiri berhasil keluar dari rasa sedih, juga dengan menulis di blog mbaaaa. Bismillah dengan rutin menulis lagi, ini adalah proses healing mba. Pelukkkk Mb Intan, saya yakin mbak bisa lewatin ini semuaaa
Ya, Mbak. Ini salah satu cara saya untuk bangkit. Terima kasih ya, Mbak.
DeleteTerima kasih mbak sudah berbagi. Menulis memang merupakan terapi untuk melepaskan banyak hal
ReplyDeleteTerima kasih juga sudah membaca tulisan saya ini, Mbak.
DeleteInnalillahi wainnailaihirajiuun.
ReplyDeleteSemoga mamahnya diberikan tempat terbaik di sisiNya ya Mba, turut berduka cita :(
MAsha Allah, spechless Mba, karena saya jauh dari ortu saya, nggak tahu mau ngomong apa jadinya :(
Aamiin... Terima kasih doanya, Mbak Rey. Doa terbaik buat orang tua, Mbak Rey juga.
DeleteYa Allah Mbak, saya nangis bacanya. DUh, jadi keingetan sama alm. bapak juga. Saya kangeeen sama beliau. Dan duh, kehilangan mamanya juga ya mbak Intan, gak kebayang sedihnya. Semoga kedua orang tua Mbak Intan husnul khotimah, diterima islam dan amal ibadahnya, diampuni dosanya. Innalillahi waina ilaihi rajiun. :'((((
ReplyDeleteAamiin... Makasih banyak doanya, Mbak.
DeleteSemoga almarhum bapak Mbak Nia juga diterima iman islamnya. Doa terbaik buat beliau.
Aku haru bacanya.. semoga kedua orang tua kaka mendapat terbaik di sisi Allah. Semangat ya kak intan. Tak apa rindu.. tak berat sebenarnya, yang berat adalah melupakan. Jadi rindu pada mereka adalah wajar, karena tak mungkin bisa kita lupakan orang tua.✊
ReplyDeleteAamiin... Makasih banyak doanya.
DeleteYa, Mbak. Nggak mudah bagi saya untuk bangkit.
astaghfirullaaah... innalillahi wa inna ilaihi rajiuun
ReplyDeletesemoga almarhum mama dan papa mendapat tempat terbaik di sisiNYA
hanya doa doa terbaik yang bisa kupanjatkan, Intan. Kita tahu bahwa mereka sudah tenang di sana, sudah tidak lagi memikirkan dunia yang makin lama makin bising dan kacau balau
tapi kehilangan tetap kehilangan, waktu aku mendapat kabar putra sulung kecelakaan sepulang kuliah, dan meninggal di tempat, aku bahkan tidak bisa lagi berpikir - yang ada histeris.... peluk eraaat Intan, menulislah yang terbaik tentang mama dan papa, itu sangaaat membantu
Aamiin... Makasih banyak doanya, Mbak.
DeleteSemoga putra sulungnya Mbak Tanti juga diterima iman islamnya dan ditempatkan di tempat yang terbaik di sisi-nya.
Terima kasih juga atas supportnya.
Saya sudah ngalemin Mbak,, ditinggal bapak tahun 2018 lalu. Rasanya sedih banget karena anak perempuan itu emang deket sama ayahnya. tp Insyaallah almarhum bapak Mbak Intan sudah tenang di sisi Allah SWT. yg ikhlas ya Mbak
ReplyDeleteAamiin... Terima kasih banyak doanya. Doa terbaik buat almarhum bapaknya Mbak ya...
DeleteInnalillahi wa inna ilaihi rojiun. Ya Allah teh aku nangis, speechless. Semoga ibu dan bapaknya mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Manusia memang hanya bisa berencana tapi semuanya kembali kepada Allah. Semangat ya teh! Semoga lekas pulih dari traumanya
ReplyDeleteAamiin... Makasih banyak doanya, Mbak.
Deleteinnalillahi... baca ini saya langsung ingat Mama. baru saja saya niat menyenangkan hatinya, sepertinya harus segera saya wujudkan karena usia siapa yg tahu. semangat, mbak! ayooo bangkit lg! saya pun demikian takut kalau suami terlambat pulang. tp selalu saya berpikir yg baik, suami mampir beli jajanan untuk istri dan anak, agar saya sedikit tenang
ReplyDeleteYa, Mbak. Terima kasih supportnya.
DeleteInnalillahi turut berduka atas kepergian bapak.Enggak kebayang rasanya jadi mama yang ditinggal pergi pasangan jiwanya. Alhamdulillah bisa ketemu mana lagi, ya, Mbak.
ReplyDeleteAamiin... Terima kasih doanya.
DeleteAl-fatiah buat mama mba. Doa mba bisa obat kangen sama mama. Tetap sabar dan tegar menghadapi ujian
ReplyDeleteAamiin... Terima kasih banyak supportnya, Mbak.
DeleteBaca cerita Mbak Intan bikin aku inget mama. Jadi kepengen selalu ada di dekat mama. Walopun usia gak tahu, yang mungkin bisa aja saya yang lebih dulu meninggal, tapi ini bikin aku kepengen mengabdi ke mama. :(
ReplyDeleteYa, Mbak. Mumpung beliau masih ada. Kalau udah nggak ada, rasanya hanya tinggal penyesalan.
DeleteYa Allah mbak, saya ikut sedih bacanya sampai habis, saya jadi keingat almrhum bapak yg mana saya hampir gak sempat melihat utk terakhir kalinya krn jarak yg begitu jauh 😭😭. Smg kedua orangtuanya husnul khotimah mbak. Bapak dan Mamah nya mbak udah bahagia disana
ReplyDeleteAamiin... Terima kasih banyak doanya ya, Mbak.
DeleteInnalillahi wa inna ilaihi rojiun. Peluk sayang Mba. Semoga Allah menguatkan mba selalu. Semoga kedua orangtua mba mendapat tempat terbaik, sebab doa dan sayang mba selalu terkirim untuk beliau berdua.
ReplyDeleteAamiin... Terima kasih supportnya ya, Mbak.
DeleteInnalillahi wainnailaihi rajiun. Semoga kini almarhumah mama diberikan cahaya terang dan nikmat di alam kuburnya, semoga mama husnul khatimah, ya, Teh
ReplyDeleteSungguh, saya menitikkan air mata membaca tulisan ini. I feel you, Teh.
Andai Teteh di Bandung, saya dengan senang hati akan memberikan terapi bars untuk Teteh. Bars sangat ampuh dalam membantu menenangkan kembali jiwa-jiwa yang trauma atau sedang dalam kekalutan, Teh.
Untuk di Jember, saya rasab ada praktisi bars, adanya di Surabaya. Tapi jika Teteh tertarik, coba kita japrian ya, Teh, saya ada teknik yang mungkin bisa membantu. 😊🙏
Aamiin... Terima kasih banyak doanya, Mbak Al.
DeleteIntinya saya ingin 'sembuh' dari trauma ini. Kasihan anak-anak dan suami. Insya Allah nanti saya japri Mbak Al. Terima kasih banyak sebelumnya.
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun..
ReplyDeleteMbak, turut berduka cita ya..
Smg kedua orangtuanya husnul khotimah, diampuni segala dosa dosanya
Aamiin... Terima kasih banyak doanya, Mbak.
DeleteAku bacanya sambil berkaca2 mba inget saat ibuku juga meninggal ..sedihnya luar biasa ditinggalkan orang yang kita cintai semngat ya mba inshaa Allah mama khusnul khotimah
ReplyDeleteYa Allah, lemes aku bacanya mbak.. Kamu orang kuat.. Semoga mamah dan bapak diberikan tempat terindah di sisi-Nya
ReplyDeleteYa Allah, turut berduka Mbak bacanya. Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun. Kalau aku jadi Mak, aku pun ga akan nyangka sama kejadian ini. Memang manusia cuma bisa berencana, Allah yang menentukan. Semoga kedua orangtua Mbak ditempatkan di tempat yang mulia di sisi Allah.
ReplyDeleteTurut berdukacita ya mbak. Rasa rindu anak kepada orang tua akan ada setiap hari dan hanya doa yang dapat kita sampaikan ke Sang Pencipta untuk mempertemukan kita kelak. Saya jadi teringat dengan Bapak saya yang pergi saat saya sedang hamil dan cara bangkitnya adalah bahwa ada kehidupan kekal kelak dan akan dipertemukan kembali. Semangat ya mbak.
ReplyDeleteInnalillaahi wa inna ilaihi rooji'uun. Semoga almarhum mamanya mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt dan Mbak Intan diberikan ketabahan melewati masa sulit ini ya, mbak
ReplyDeleteInnalillahi wa inna ilaihi raaji'un..
ReplyDeleteAllahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu'anhu
Ikutan nangis bacanya, mbak.
Saat ini yang Mamah paling butuhkan adalah doa-doa dari anak yang sholih, sholihah, mbak. Jadi insyaallah dengan mbak terus beramal sholih dan mendoakan beliau, akan jadi kebahagiaan buat Mamah di alam kubur. Peluk sayang, mbak.
Innalillahi wa innailaihi rojiun.
ReplyDeletePerasaan sama yang saya rasakan mbak. Ibu saya meninggal pada bulan Desember 2018. Sampai sekarang saya tidak pernah melupakan Ibu, dan perasaan kosong ditinggalkan Ibu, tidak hilang walaupun 1 tahun berlalu.
Semoga Alloh menyayangi ibu Kita dan memasukkan mereka ke syurga firdaus. Aamiin Yaa Mujiib
Innalillahi wa innailaihi roji'un. Turut berduka cita ya Mba. Semoga Allah lapangkan kuburnya. Mba.. sudah pernah tahu Roemah Emak? ada instagramnya . Insya Allah, disana Mba bisa healing.. Aku sedih banget bacanya 😭
ReplyDelete